“Diharapkan tim ini bisa memberikan kerangka kerja yang jelas apabila konflik serupa terjadi di masa depan,” terangnya.
Sementara itu, Plt Camat Pagerageung, Asep Priyatin Saputra mengungkapkan bahwa permasalahan tanah pangangonan ini bermula dari adanya klaim ganda.
“Berdasarkan data dari Kepala Desa Guranteng, sebanyak 48 kepala keluarga direlokasi ke area tersebut pascabencana pada tahun 1992 dan kini berkembang menjadi 86 KK. Namun, terdapat pihak lain yang mengklaim tanah tersebut berdasarkan bukti Ipeda tahun 1975 dan leter C,” ujarnya.
Baca Juga:Anggota DPRD Jabar Arip Rachman Sosialisasikan Perda Pedoman Pelayanan Kepemudaan: Dorong Optimalisasi PemudaKuatkan Peran FKDM Kabupaten Tasikmalaya dalam Menjaga Keamanan: Bentuk FKDM Kecamatan dan Desa
Asep menyatakan, persoalan ini dibahas dalam forum lintas sektor yang dihadiri berbagai instansi, termasuk BPN, bagian hukum, dinas terkait, dan muspika.
“Dari hasil forum tersebut diketahui bahwa bukti Ipeda setelah tahun 1960 tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya sebagai bukti pembayaran pajak,” terangnya.
Sebagai tindak lanjut, rapat lintas sektor kembali digelar pada 20 Mei 2025 dan memutuskan untuk membentuk tim verifikasi lapangan. Verifikasi diperlukan karena menurut data desa Guranteng, tanah yang ditempati warga saat ini tercatat sebagai aset desa.
Untuk itu, kata dia, warga diminta melengkapi berbagai persyaratan, termasuk bukti bahwa tanah tersebut bukan aset provinsi, kabupaten, maupun desa.
“Proses ini masih berjalan, dan semua pihak diminta bersabar. Pemerintah berkomitmen memfasilitasi dan membantu penyelesaian masalah ini secara hati-hati agar hasil akhirnya bersifat clean and clear,” ucapnya. (obi)