Unper Konsisten Lestarikan Budaya Sunda Lewat Gelar Budaya 2025

GELAR BUDAYA
Dosen FKIP Unper, Dr H Agus Ahmad Wagih saat melakukan orasi budaya Sunda dalam sesi bincang budaya, Sabtu (21/6/2025). (Fitriah Widayanti/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya kembali menggelar acara Gelar Budaya yang berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu, 21-22 Juni 2025.

Tahun ini, Unper memilih tema Malati Lingsir Ku Wanci, Campaka Ligar Ku Mangsa. Dalam acara pembukaan yang dilaksanakan di lapangan utama kampus, hadir sejumlah tokoh penting, di antaranya Wakil Wali Kota Tasikmalaya Diky Candra, perwakilan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V, Ketua MKKS SMK Kabupaten Tasikmalaya, serta tamu undangan lainnya.

Ketua Umum Pembina Yayasan Universitas Siliwangi (YUS), Brigjen TNI (Purn) Eko Irianto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Gelar Budaya ini selaras dengan visi dan misi yayasan. Salah satu misinya adalah menjaga kelangsungan generasi muda yang menjunjung tinggi kearifan lokal.

Baca Juga:Di Tengah Efisiensi, Christian Mikhael Berhasil Membawa Aston Inn Tasikmalaya Jadi TerfavoritUniversitas Telkom-Unsil Kolaborasi Kenalkan eLiveStock, Aplikasi Pengelolaan Ternak

“Tujuannya adalah untuk melestarikan budaya lokal yang sudah jarang dipentaskan dan dikemas oleh program seni budaya dalam bentuk Gelar Budaya. Acara ini dihadirkan untuk memberikan sebuah tawaran acara dalam bentuk pendidikan dan pengabdian Universitas Perjuangan, serta refleksi untuk merespons keberadaan perkembangan budaya yang berkembang di masyarakat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi bentuk implementasi kerja sama Unper dengan seluruh pemangku kepentingan.

Sementara itu, Rektor Unper, Dr H D Yadi Heryadi Ir MSc menegaskan pentingnya pelestarian budaya sebagai bagian dari komitmen institusi. “Kami ingin terus menerus konsisten untuk menjunjung tinggi visi Universitas Perjuangan ini dalam hal pelestarian budaya Sunda karena memang budaya Sunda ini merupakan bagian dari identitas dan kekayaan bangsa,” katanya.

Menurut Yadi, kearifan lokal tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga diterapkan dalam kegiatan pendidikan, pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ia menjelaskan bahwa proses tersebut saling berkaitan dan berkelanjutan.

“Hasil dari pengabdian masyarakat balik lagi ke kelas untuk diimplementasikan ke mahasiswa,” ujarnya.

Salah satu contoh konkret dari upaya tersebut adalah pengembangan teknologi penetas telur berbasis tenaga surya untuk mendukung pelestarian itik Cihateup, yaitu varietas lokal yang berasal dari Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya.

0 Komentar