Munculnya 3 Versi Anggaran Proyek IPAL TPA Ciangir Kota Tasikmalaya Memicu Kerawanan Penyalahgunaan Anggaran

Anggaran proyek IpAL TPA Ciangir Kota Tasikmalaya
Ketua LPLHI Mugni Anwari
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Adanya 3 versi anggaran untuk Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di TPA Ciangir merupakan sebuah kejanggalan vital. Meskipun ada kesalahpahaman, hal ini bisa menimbulkan penyalahgunaan anggaran.

Ketua Lembaga Penyelamat Hidup Indonesia (LPlHI) Mugni Anwari mengatakan bahwa DPRD, Pemkot dan dinas teknis harus punya data yang sama mengenai nilai anggaran. Jangan sampai ada pemahaman yang berbeda dan bisa memicu kecurigaan. “Ya kalau ada 3 versi anggaran dan angkanya berbeda, siapa yang tidak curiga,” ungkapnya kepada Radar, Kamis (19/6/2025).

Menurutnya, Pemkot tentunya memiliki dokumen penganggaran yang real dan hanya 1 versi. Adanya perbedaan angka dinilai karena masalah komunikasi dan koordinasi antara Pemkot, DPRD dan dinas teknis. “Pasti yang realnya satu, tapi mungkin ada perbedaan persepsi soal anggaran tersebut,” tuturnya.

Baca Juga:RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya Masalahnya Keuangan dan SDM, Wali Kota Harus Cari Duit dan Pegawai JempolanUMKM Butuh Promosi Supaya Berkembang, Ketua IKIAD Jawa Barat Sebut Kota Tasikmalaya Punya Potensi Besar

Kendati demikian, perbedaan persepsi tersebut tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut administrasi. Dikhawatirkan malah terjadi penyalahgunaan anggaran karena adanya pemahaman yang berbeda. “Misal dari Pemkot menganggarkan angka sekian, terus diterapkan oleh dinas teknisnya berbeda kan bisa jadi penyalahgunaan anggaran,” terangnya.

Terkecuali ada permainan petak umpet antara Pemkot, DPRD dan dinas teknis mengenai anggaran tersebut. Sehingga masing-masing punya data anggaran yang berbeda karena ada yang sengaja disembunyikan. “Kalau memang ada yang sengaja disembunyikan, ini lebih bahaya lagi karena indikasi penyalahgunaannya semakin besar,” katanya.

Di samping itu, dia juga menuntut agar pengerjaan IPAL di TPA Ciangir harus disesuaikan dengan standar. Jangan sampai karena dana yang terbatas, proyek dipaksakan dengan mengurangi standardisasi. “Alat-alat atau mesinnya harus sesuai standar, pelaksananya juga harus bersertifikasi, itu kan ada aturannya,” ucapnya.

Ketika ada ketidaksesuaian proyek dengan standar yang ditetapkan kementerian, maka IPAL sangat berpotensi mengalami kegagalan. Pada akhirnya bisa berdampak pada pencemaran lingkungan. “Memang untuk membuat IPAL itu mahal, tapi jangan dijadikan alasan pengerjaannya tidak sesuai standar,” katanya.

Sebelumnya pihak UPTD TPA Ciangir menyebutkan total anggaran proyek hanya Rp3,9 miliar. Ia mengungkapkan bahwa dana tersebut sudah mencakup penyusunan Detail Engineering Design (DED) sebesar Rp100 juta dan biaya pengawasan proyek sebesar Rp100 juta.

0 Komentar