Permintaan daging itik cihateup juga tinggi. Untuk pasar lokal Jawa Barat saja sudah kewalahan.
“Permintaan 1,5 ton per bulan per satu outlet atau satu brand, sedangkan permintaan itu ada 4 brand. Artinya ada permintaan 6 ton per bulan, hanya bisa memenuhi 20% nya saja,” ungkapnya.
Saat ini, ia memelihara sekitar 4.500 ekor itik mulai dari DOD (day old duck) sampai indukan pedaging. Daging itik cihateup unggul dibandingkan itik daerah lain karena memiliki tulangan besar, nyusut saat dimasak di bawah 30%, beraroma khas, dan proses masaknya cepat.
Baca Juga:Parah! Dua Pemuda di Kota Tasikmalaya Ini Sembunyikan 4 Dus Miras di MusholaTerkait Perpanjangan Jabatan Sekda Tasikmalaya, Ade Menandatangani, Cecep Akan Mengevaluasi!
Harga DOD betina Rp 20.000 per ekor, sedangkan jantan Rp 7.000 per ekor. Untuk grade A super atau cabutan harganya Rp 150.000 per ekor.
Sementara telur konsumsi Rp 2.500 per butir, telur tetas Rp 3.500, dan telur asin maker untuk ekspor Rp 6.000 per butir. Untuk ekspor, harganya mengikuti kurs dolar.
“Omset yang dihasilkan alhamdulillah rata-rata sekitar Rp 25 juta per bulan, tapi tergantung momentum. Kalau misalkan hari-hari besar seperti PHBI atau PHBN omset bisa lebih besar,” katanya.
Menariknya, perjalanan sukses Widiyana tak lepas dari warisan keluarganya.
Ia merupakan generasi ketujuh peternak itik di keluarganya.
Sejak kecil sudah akrab dengan itik, bahkan ketika teman-temannya meminta mainan saat ulang tahun, ia justru minta itik.
Hobi masa kecil itu berubah menjadi sumber penghidupan. Bahkan, ketika kuliah pun bebek selalu menemani.
Ia sempat bekerja di perusahaan besar, namun pada 2017 memutuskan berhenti bekerja dan sepenuhnya terjun menjadi petani itik.
“Ketika membandingkan antara pendapatan selama kerja di perusahaan dengan pendapatan saat ternak bebek, cukup signifikan hasilnya,” ujarnya.
Baca Juga:Sekolah Swasta di Priangan Timur Bingung Soal Teknis Sekolah Gratis yang Diputus Mahkamah KonstitusiGubernur Jabar Minta Cecep-Asep Bangun Boboko Raksasa di Tasikmalaya!
Kini, Widiyana memiliki delapan kandang di dua lokasi, yakni Kampung Karangiuh dan Kampung Cihateup.
Selain menghasilkan produk ternak, ia juga aktif memberdayakan masyarakat. Saat ini ada 135 mitra binaan yang terdaftar, dan setiap tahun dilakukan regenerasi petani dengan melibatkan anak-anak muda.
“Tujuannya agar bisa menyerap tenaga kerja, mengurangi angka kenakalan remaja, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perekonomian,” katanya.
Tak berhenti di situ, Widiyana juga tengah mengembangkan cara pengendalian hama tikus di sawah secara alami dengan memanfaatkan itik.