TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Budayawan Tatang Pahat meminta rencana penetapan Tugu Koperasi sebagai Cagar Budaya di Kota Tasikmalaya bukan sekadar simbol.
Kedalaman makna historis dan pengaruhnya terhadap peradaban lokal juga harus diketahui oleh khalayak. Dengan begitu, tugu koperasi tidak hanya jadi pajangan fisik semata.
“Cagar Budaya itu bukan sekadar prasasti. Di balik tugu ada cerita-cerita yang mengangkat atau membranding wilayah tersebut,” ujar Tatang, Selasa (10/6/2025).
Baca Juga:Sekolah Swasta di Priangan Timur Bingung Soal Teknis Sekolah Gratis yang Diputus Mahkamah KonstitusiGubernur Jabar Minta Cecep-Asep Bangun Boboko Raksasa di Tasikmalaya!
Menurutnya, Tugu Koperasi memiliki nilai strategis karena menjadi representasi dari cikal bakal ekonomi kerakyatan yang sudah tumbuh sejak pascakemerdekaan di Indonesia, khususnya Tasikmalaya. Bahkan, kunjungan Bung Hatta ke Tasikmalaya saat itu pun dianggap sebagai pengakuan atas perkembangan koperasi di daerah ini.
Tatang juga menyinggung soal janji politik yang selama ini kerap menyebut koperasi namun tak kunjung ditindaklanjuti.
“Dari zaman Pak Budi Budiman sempat dicanangkan, tapi belum terealisasi. Sekarang baru muncul saat Pak Viman-Diky, dan mendapat perhatian di tingkat nasional,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar penetapan Tugu Koperasi sebagai Cagar Budaya harus dibarengi dengan penguatan literasi.
“Jangan sampai hanya jadi tugu, selesai. Harus ada catatan sejarah yang menyertainya. Ini juga bagian dari jasa dan potensi publikasi kota,” tandasnya.
Terkait situs Linggayoni, Tatang menilai kajian terhadap situs tersebut masih belum mendalam. Ia menyebut bahwa Lingga-yoni bukan sekadar simbol laki-laki dan perempuan.
“Ada berbagai makna. Bahkan ada ruang peribadahan dan tempat perempuan masa iddah beristirahat. Ini masih perlu pembuktian akademik,” tegas Tatang.
Baca Juga:Gubernur Jabar Sebut Anggaran Tasik Paling Besar, Tapi Jalannya Jelek, Jangan Terlalu Banyak Belanja Hibah!Cecep-Asep Kudu “Wanian” Pimpin Tasikmalaya, Tim Sukses Bagian Menonton!
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tasikmalaya, Deddy Mulayana, mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki tim ahli Cagar Budaya. Menurutnya, Linggayoni justru menjadi situs pertama yang disiapkan untuk ditetapkan.
“Hanya karena ada momen Hari Koperasi, maka Tugu Koperasi didahulukan. Gayung bersambut, dari provinsi juga sudah meninjau Linggayoni, bahkan sudah dikelola meski belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya,” ungkap Deddy.
Dua situs ini kini menjadi perhatian dan menjadi peluang bagi Tasikmalaya untuk menegaskan identitas kulturalnya, asalkan langkah pelestarian dibarengi kajian dan publikasi yang memadai. (Ayu Sabrina)