TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kebijakan permintaan infak Kemenag Kota Tasikmalaya seakan menjadi kontroversi. Hal ini disinyalir karena ada masalah komunikasi antara kemenag dengan para guru.
Kebijakan infak untuk pembelian hewan kurban secara gotong royong ditujukan untuk kebaikan. Namun ketika komunikasinya tidak terbangun baik, maka menjadi respons negatif dari para guru.
Salah seorang guru madrasah menyebutkan bahwa sebagian guru yang tidak sepakat dengan infak tersebut bukan karena tidak mau menyisihkan uang. Namun tidak ada komunikasi yang dibangun secara positif sehingga guru merasa dipaksa.
Baca Juga:KEMENAG MENGIMBAU, KEMENAG MEMBATALKANBukan Hanya Guru Madrasah, ASN Juga Sempat Diminta Infak Untuk Beli Hewan Kurban
“Kalau dari nominal memang per orangnya tidak terlalu besar, tapi ketika dipatok angkanya jadi cenderung jadi pungutan,” ungkapnya pria yang enggan disebut namanya, Minggu (1/6/2025).
Selain itu tidak ada sosialisasi juga secara detail mengenai program kurban dari Kemenag tersebut. Sehingga tidak diketahui berapa angka kebutuhannya, serta hal-hal teknis lainnya. “Hanya diberi tahu harus mengumpulkan uang untuk beli hewan kurban, tidak ada informasi lainnya lagi,” ucapnya.
Kalau saja informasinya jelas, menurutnya para guru-guru juga akan memberikan infaknya secara sukarela. Sehingga tidak ada prasangka-prasangka apapun dari para guru kepada pihak Kemenag. “Kalau komunikasinya dibangun dengan baik, guru-guru juga sepertinya akan memahami,” terangnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Tasikmalaya KH Aminudin pada prinsipnya mendukung kebijakan soal infak untuk kurban tersebut. Hal itu pun menurutnya bisa jadi percontohan untuk masyarakat dan lembaga pemerintahan lainnya. “Jadi edukasi bahwa jika dilakukan secara gotong royong, kurban itu jadi lebih ringan,” ungkapnya.
Meskipun membuat guru terpaksa, menurutnya hal tersebut merupakan bagian dari dinamika. Karena kesadaran seseorang dinilai perlu dibangun dengan cara tersebut. “Bukan memaksa sih, lebih kepada tegas,” ujarnya.
Apalagi untuk sekelas ASN, yang menurutnya secara finansial tergolong cukup. Bahkan ada yang lebih ketika punya penghasilan lain di luar gaji sebagai ASN atau guru. “Mungkin kalau ada yang keberatan karena masalah finansial, mungkin gaya hidupnya yang harus diperbaiki,” terangnya.