Serangan balik PSG sangat mematikan, terutama jika lawan terlalu tinggi menekan dan tidak cepat turun.
Sayap Jarang Bantu Pertahanan
Meski dominan dalam penguasaan bola dan memiliki senjata mematikan dalam serangan balik, PSG masih punya titik lemah.
Dalam fase bertahan, winger mereka jarang turun membantu bek sayap, membuat pemain seperti Hakimi dan Mendes sering dibiarkan sendiri menghadapi serangan lawan.
Baca Juga:Kecewa Dikhianati Claudio Lotito, Romagnoli Tinggalkan LazioConte Bertahan di Napoli, Simone Inzaghi Diprediksi Gabung Juventus
Ini membuka ruang bagi lawan Inter yang punya bek sayap agresif seperti Dumfries dan Dimarcao untuk mengeksploitasi sisi lapangan.
Selain itu, meski lini tengah solid, mereka bisa goyah jika lawan menekan Vitinha secara ketat dan memutus alur permainan dari belakang.
Pada akhirnya, PSG versi Luis Enrique adalah tim yang matang, cepat, dan efisien namun bukan tim yang tak dapat diubah.
Mereka bisa bermain menekan atau menunggu, bisa mengatur ritme atau menghukum dalam sekejap.
Namun, celah di pertahanan – terutama di sisi luar – masih bisa dimanfaatkan oleh Inter jika bermain dengan rapi dan disiplin.
Di final pada 1 Juni nanti, PSG akan datang bukan hanya dengan nama besar, tapi juga sistem yang kuat.
Namun, seperti biasa, detail kecil bisa menentukan siapa yang akan mengangkat trofi di Munich.