TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Harapan akan perubahan dan perbaikan di Kota Tasikmalaya adalah hak masyarakat, yang menjadi tuntutan terhadap pemimpinnya, terlebih di tengah realitas kota di sentral Priangan Timur yang kian kompleks. Pengamat politik Tasikmalaya, Asep M Tamam, menilai kompleksitas tersebut membutuhkan penanganan yang menyeluruh, baik lahiriah maupun batiniah.
Asep mengungkapkan bahwa jika Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) tengah menyisir berbagai persoalan secara lahiriah dan tidak langsung memberi tekanan perbaikan batiniah bagi warga Jawa Barat, maka Kota Tasikmalaya justru membutuhkan upaya perbaikan yang lebih serius lagi.
“100 hari pertama kepemimpinan Kota Tasikmalaya dirasa masih belum maksimal. Gebrakan KDM tidak terasa di Kota Tasik kecuali hawar-hawar dan lamat-lamat,” tuturnya dalam keterangan tertulis kepada Radar, Jumat (23/5/2025).
Baca Juga:Cerita Dibalik Tiga Kendaraan Operasional Pemkot Tasikmalaya: Ulah Birokrat yang Cari Muka!Sekda Menganggarkan, Sekda yang Membantah, Mobdin Bisa Dipakai Dharma Wanita dan PKK!
Ia menilai Wali Kota Tasikmalaya saat ini masih berada di “grade tengah” jika dibandingkan dengan sejumlah kepala daerah lain di Jawa Barat. Asep mencontohkan beberapa pemimpin daerah yang kerja nyatanya sudah tampak seperti Mas Tri di Kota Bekasi, dr Wahyu di Kabupaten Cianjur, Teh Citra di Kabupaten Pangandaran, Bang Rey di Kabupaten Subang, hingga Om Zein di Kabupaten Purwakarta.
“Sebagiannya pasif. Wali Kota Tasikmalaya tidak sekuat mereka para pemimpin di atas, tapi juga banyak pemimpin kota dan kabupaten lainnya yang sulit ditemukan daya edarnya di YouTube, Instagram, TikTok, dan lainnya,” jelas akademisi dari Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Tasikmalaya itu.
Namun demikian, Asep menegaskan bahwa bukan keharusan bagi kepala daerah untuk meniru gaya sat-set ala Gubernur KDM. Ia mengakui ada pemimpin yang lebih memilih diam dan bekerja tanpa gembar-gembor, tapi yang dikhawatirkan adalah jika sikap statis itu justru menjadi kedok untuk memperkaya diri.
Menurut Asep, Kota Tasikmalaya memerlukan pemimpin yang inklusif, populis, dan memiliki konsep perbaikan yang jelas.
“Butuh gerakan dan gebrakan nyata. Nyata dalam arti alami tanpa rekayasa,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kepala daerah tampil sendiri, tanpa juru bicara dan tanpa buzzer.