TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Ratusan warga Kampung Picung, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, melakukan aksi damai di kantor Desa Guranteng, Kamis 22 Mei 2025.
Mereka menuntut kepastian hukum atas tanah yang telah mereka tempati selama lebih dari 30 tahun pasca direlokasi akibat bencana pada 1992 silam.
Warga mempertanyakan sikap Kepala Desa Guranteng yang diduga menghalangi hak dasar mereka untuk memperoleh surat pengantar sebagai syarat pengajuan sertifikat tanah. Audiensi yang dilakukan pun berakhir deadlock.
Baca Juga:Cerita Dibalik Tiga Kendaraan Operasional Pemkot Tasikmalaya: Ulah Birokrat yang Cari Muka!Sekda Menganggarkan, Sekda yang Membantah, Mobdin Bisa Dipakai Dharma Wanita dan PKK!
“Ada pihak-pihak yang tidak bisa diidentifikasi, bahkan cenderung melakukan anarkis termasuk pengancaman kepada diri saya. Ada yang mau menusuk dan gebukin,” ujar kuasa hukum warga Picung dan Antralina, Dedi Supriadi, usai audiensi.
Dedi menyayangkan tidak adanya perwakilan pemerintah desa saat audiensi, padahal warga telah bersurat secara resmi untuk mengadakan pertemuan.
“Kami ingin kepala desa hadir untuk mendengarkan keluhan warga. Apa kendalanya dan mengapa tidak mau memberikan surat pengantar,” katanya.
Dedi menyatakan, berdasarkan pengecekan lokasi bersama BPN dan pemerintah desa, tanah tersebut tidak tercatat sebagai milik siapa pun dan termasuk tanah negara. Ia menegaskan akan membawa persoalan ini ke pengadilan dan kementerian ATR/BPN.
“Secara konstitusi, masyarakat sudah melakukan berbagai upaya. Tapi warga Picung tidak mendapat perlakuan yang sama seperti warga Antralina yang sudah dapat surat pengantar,” tambahnya.
Ketua RW 9 Kampung Picung, Ikin Asikin, menegaskan bahwa warga sudah menempati tanah tersebut selama puluhan tahun namun belum juga mendapatkan sertifikat.
“Perjalanan ini sudah hampir satu setengah tahun lamanya dan belum juga ada kepastian,” ujarnya.
Baca Juga:Pejabat Eselon III Jadi Plt Kadis Berpotensi Timbulkan Kerugian Negara!Kendaraan Operasional Kelembagaan Termewah di Kota Tasikmalaya, Fasilitasnya Tidak Kaleng-Kaleng!
Ikin menyebut 85 kepala keluarga di Picung terhambat mendapatkan bantuan pemerintah karena tanah mereka belum bersertifikat.
“Kami tidak bisa mendapat bantuan bedah rumah, tidak bisa urus ke perbankan, dan tidak bisa bayar pajak. Padahal kami ingin membantu negara lewat pajak,” jelasnya.
Ia juga menyesalkan ketidakhadiran kepala desa dalam audiensi. Padahal menurutnya kades saat ini adalah orang yang ia dukung sewaktu pencalonan.
“Sebelum Pilkades, kepala desa sekarang datang ke saya minta bantuan. Tapi sekarang ketika saya minta bantuan, tidak ada respon. Panitia redistribusi saja tidak dipanggil,” keluhnya.