Rikha Surtika Dewi, Psikolog Penggerak Literasi Mental, Menyayangkan Maraknya Self-Diagnosis di Era Digital 

seminar
Psikolog Rikha Surtika Dewi SPsi MPsi (kiri) dalam sebuah acara.
0 Komentar

Di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (Umtas), Rikha menjabat sebagai Ketua Program Studi PG-PAUD dan aktif mengajar berbagai mata kuliah seperti Psikologi Keperawatan, Modifikasi Perilaku, dan Pendidikan Inklusi. Ia juga terlibat dalam Tim Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual serta tim pakar stunting Kabupaten Tasikmalaya.

Rikha lahir di Tasikmalaya, 11 April 1984, dan hingga kini berkomitmen memberikan kontribusi nyata di daerah asalnya. Ia adalah wajah konsistensi dalam dunia pendidikan dan layanan psikologi di Priangan Timur. Melalui Biro Psikologi Solusi dan Harapan Bunda Therapy Center, ia melayani konseling individu, asesmen anak, hingga terapi keluarga.

Lebih dari 20 kegiatan pengabdian masyarakat telah ia jalankan, dari parenting, pelatihan guru PAUD, hingga konseling dalam peringatan Hari Disabilitas. Ia juga aktif sebagai reviewer LPDP dan asesor PPG Kemendikbud, memperlihatkan pengakuan nasional atas kompetensinya.

Baca Juga:Aston Inn Tasikmalaya Bagikan 10 Tips Pesan Kamar Mudah Melalui WebsiteTelkomsel Dukung Kelancaran Jemaah Haji Melalui Paket RoaMAX Haji hingga GraPARI Makkah

Meski kerap membantu orang lain, Rikha percaya bahwa menjadi psikolog juga merupakan proses pembelajaran untuk dirinya sendiri. “Kalau orang melihat psikolog sebagai pemberi solusi, kenyataannya justru kami belajar banyak dari klien. Banyak yang bilang apa tidak takut akan tertular energi negatif, tapi justru kita lihat bagaimana kita membingkai pengalaman dan memberi makna,” katanya.

Ia meyakini bahwa setiap manusia diciptakan dengan komposisi utuh. Tidak ada yang diciptakan hanya untuk menderita atau gagal. “Komposisinya 100 persen. Tapi ada yang lebih di satu sisi, kurang di sisi lain. Semuanya seimbang kalau kita mau gali,” ucapnya.

Menurut Rikha, tantangan utama psikolog saat ini bukan sekadar memahami teori, tetapi menyelami karakteristik budaya lokal. Baginya, keberhasilan intervensi psikologi bergantung pada sejauh mana pendekatan kita selaras dengan nilai, budaya, dan kebutuhan masyarakat tempat kita berada. “Saya ingin terus bermanfaat untuk masyarakat di Tasikmalaya. Apapun yang bisa saya lakukan, saya akan lakukan,” pungkasnya. (Ayu Sabrina)

0 Komentar