Tetapi berbeda dengan Filipina. Terbunuhnya ribuan preman itu tidak jelas pelakunya. Apakah perintah resmi negara atau bukan.
Penembak misterius alias Petrus. Hanya itu yang mengemuka sebagai pelaku pembunuhan ribuan preman. Entah siapa sosok algojo itu.
Dampak Petrus sangat manjur kala itu. Masyarakat menjadi merasa aman. Bepergian ke mana saja tidak takut.
Baca Juga:Keliling Jabar Bersama Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana: Ruang Kajari Bekasi yang HomyKeliling Jabar Bersama Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana: Kajari Garut Hadapi Pemberitaan Tak Profesional
Di terminal atau di perjalanan tidak takut ada yang menodong. Memeras. Apalagi merampok. Indonesia benar-benar menemukan titik teramannya.
Sampai saat ini tidak ada yang menyatakan bertanggung jawab atas terbunuhnya ribuan preman. ICC jadinya tidak dapat menangkap. Tidak juga menyentuh Presiden Soeharto. Walau ada suara tipis-tipis bahwa beliau restu menindak tegas preman.
Tampaknya Presiden Rodrigo Duterte alpa belajar soal ini ke Indonesia. Jadinya kena ciduk ICC dan diadili sebagai penjahat kemanusiaan.
Kembali ke preman era Presiden Prabowo Subianto. Di awal pemerintahannya preman jadi ancaman terhadap negara.
Khususnya mengancam keberlangsungan investasi. Para investor sudah ada yang pindah ke negara lain. Sebab tidak tahan rongrongan preman.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi situasi sulit duit. Investor tak nyaman berinvestasi ke Indonesia. Yang ada pun memilih hengkang karena diganggu preman.
Presiden Prabowo Subianto wajar saja berang. Minta preman diberantas. Untung saja beliau masih baik. Tidak seperti Presiden Rodrigo Duterte. Langsung perintah dor.
Baca Juga:Keliling Jabar Bersama Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana: Kajari Kabupaten Tasik Utamakan Mendidik MoralKeliling Jabar Bersama Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana: Belajar Berani dari Kepala Kejari Kota Banjar
Kalau tidak, tentu sudah bergelimpangan para preman itu kena dor. Seperti preman era Presiden Soeharto. Mati kena dor Petrus.
Sulit duit. Presiden pun sampai teriak-teriak untuk efisiensi anggaran.
Pemerintah pusat hingga pemerintah daerah kini serentak hemat anggaran. Menahan uang agar tidak dihamburkan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Peluang pendapatan dikorek-korek. Agar uangnya mengalir ke kas negara. Sampai potensi dari parkir yang uangnya recehan pun kena bidik. Eh, ternyata potensinya besar. Tapi, ketemu preman lagi hambatannya.
Banyak sumber uang dari titik-titik parkir yang tidak masuk kas negara. Lahan parkirnya dikuasai preman. Jadi liar. Duitnya padahal miliaran.
Benar-benar sudah menggurita. Preman ada di mana-mana. Di semua sektor yang ada duitnya. Pun di instansi pemerintahan.