Antonio Conte: Penyihir Salento yang Mematahkan Rekor Abadi Inter Milan

Antonio Conte
Antonio Conte Foto: Instagram@antonioconte
0 Komentar

Dari pekan ke-7 hingga pekan ke-23, mereka meraih 17 kemenangan beruntun, rekor Serie A yang masih berdiri hingga kini.

Lawan demi lawan tumbang, termasuk kemenangan penting atas Roma dan Milan. Menarinya Inter bukan hanya menang, mereka bahkan membuatnya terlihat mudah.

Puncaknya, Scudetto dipastikan pada 22 April 2007, dengan lima laga tersisa. Kemenangan 2-1 atas Siena membuat perayaan di Giuseppe Meazza pecah lebih awal.

Baca Juga:Jika  Barcelona Ingin Sukses di Liga Champions, Legenda AC Milan Sarankan Lamine Yamal Dijadikan Penerus MessiDekati Rekor Legenda AC Milan dan AS Roma, Inzaghi Selangkah Jadi Pelatih Terbaik Serie A Sepanjang Masa

Itu adalah gelar pertama Inter di lapangan sejak 1989, dan mereka merebutnya dengan keunggulan 22 poin atas peringkat kedua.

Inter menutup musim dengan angka luar biasa, meraih 97 poin, 30 kemenangan dari 38 laga dan mencetak 80 gol serta hanya menelan satu kekalahan dari Roma, saat Scudetto sudah diraih.

Rekor poin itu bertahan selama hampir satu dekade, hingga Hingga datang Antonio Conte.

Conte merupakan pria asal Lecce, Salento, wilayah yang terkenal dengan lautnya yang jernih dan musik pizzica yang penuh semangat, mengubah Juventus dari tim yang terluka menjadi kekuatan yang menakutkan.

Pada musim 2013/2014, Conte tak hanya membawa Juventus menjuarai liga. Tapi ia menulis ulang sejarah dengan raihan 102 poin dalam satu musim.

Sebuah angka yang tidak hanya melampaui rekor Inter, tapi juga menandai supremasi mutlak Bianconeri.

Menyulap Kekacauan Jadi Kekuatan

Ketika Conte tiba pada 2011, Juventus adalah tim besar dengan identitas yang kabur.

Baca Juga:Ambil Cuan Gratis Ratusan Ribu, Bisa Dikalim di Aplikasi Penghasil Saldo DANA Gratis 2025 Terbukti MembayarNomor Kamu Terverifikasi! Ini Cara Mendapatkan Rp523.000 dari Aplikasi Penghasil Saldo DANA Tercepat 2025

Dua tahun tanpa gelar, pergantian pelatih yang tak menentu, dan luka dari skandal Calciopoli belum benar-benar sembuh.

Tapi Conte, dengan energi khasnya di pinggir lapangan dan tuntutan intens terhadap para pemain, menyulap kekacauan menjadi keajaiban.

Dua gelar Scudetto diraih berturut-turut. Namun musim ketiganya, Conte menuntut lebih, ia membidik keabadian.

Dengan formasi 3-5-2 sebagai cetak biru, Juventus dibentuk menjadi mesin yang tak kenal lelah. Trio BBC di lini belakang—Barzagli, Bonucci, dan Chiellini—menjadi tembok kokoh yang nyaris tak tertembus.

Di tengah, orkestra dikendalikan oleh Andrea Pirlo, disokong tenaga dan agresi dari Vidal, Pogba, dan Marchisio.

Di depan, Carlos Tevez hadir bukan hanya sebagai pencetak gol, tapi juga roh dari tekanan tinggi dan transisi cepat yang jadi ciri khas Conte.

0 Komentar