Di sekelilingnya, Arturo Vidal tampil buas dan produktif dengan 18 gol, sementara Paul Pogba mulai mengukir namanya sebagai bintang masa depan.
Claudio Marchisio menjadi penyeimbang yang tenang—pemain yang kerap tak disorot, tapi vital dalam menjaga ritme.
Tevez: Energi, Gairah, dan Gol
Di lini depan, Carlos Tevez datang sebagai kepingan terakhir dari teka-teki Conte.
Baca Juga:Capello Ungkap Kelebihan PSG atas Inter: Donnarumma Lebih Penting dari Sommers, Dembélé Lebih Kreatif dari LauYakin Lolos ke Liga Champions, Tudor Minta Pemain Juventus Tampil Berani di Kandang Lazio
Dijuluki “El Apache”, ia bukan sekadar pencetak gol, tapi juga penghubung antar lini.
Dalam semusim, ia mencetak 20 gol dan tak henti memberi energi.
Di sisinya, Fernando Llorente jadi pemantul sempurna—lebih senyap, tapi tak kalah penting.
Menapaki Rekor, Minggu Demi Minggu
Musim itu dijalani Juventus dengan kejam. Dari 38 laga, mereka menang 33 kali, hanya imbang 3 kali, dan kalah 2 kali.
Awal musim dijalani nyaris tanpa cela, meski sempat tergelincir saat dibekuk Fiorentina 4-2.
Tapi kekalahan itu justru jadi titik balik. Setelahnya, Bianconeri melaju seperti lokomotif tanpa rem, termasuk kemenangan 3-0 atas Napoli dan Roma, dua pesaing terdekat yang mempertegas dominasi mereka.
Conte tak puas hanya dengan Scudetto. Ia mengincar rekor poin yang dipegang Inter (97 poin) dan berhasil melampauinya.
Juventus mengakhiri musim dengan 102 poin, mencetak sejarah yang hingga kini masih jadi standar emas Serie A.
Baca Juga:Pesan Mantan Penyerang AC Milan untuk PSG: “Anda Tak Mengerti Sepak Bola Jika Merasa Lebih Unggul dari Inter”Ada Nama Indonesia di Balik Kemenangan AC Milan Atas Bologna
Selebrasi, Rekor, dan Perpisahan yang Pahit
Scudetto ke-30 dirayakan dengan gegap gempita. Tapi di balik pesta, tersimpan perpisahan pahit.
Antonio Conte, sang arsitek kebangkitan, memilih mundur. Ia merasa klub tak lagi sejalan dengan visinya.
Kalimatnya yang terkenal, “Anda tidak bisa makan malam di restoran seharga 100 euro hanya dengan 10 euro di saku,” menggambarkan frustrasinya.
Conte pergi, tapi fondasi yang ia bangun tetap kukuh. Juventus melanjutkan dominasinya bersama Massimiliano Allegri, cerita besar lain yang lahir dari warisan sang maestro.