TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Situasi politik pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Tasikmalaya masih terasa hangat, menyusul dua pasangan calon yang kalah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Akibatnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum bisa menetapkan calon bupati dan wakil bupati Tasikmalaya terpilih dari hasil PSU, hingga keputusan MK terkait gugatan pasangan nomor urut 01 Iwan-Dede dan nomor urut 03 Ai-Iip keluar.
Kuasa hukum pasangan calon nomor urut 03, Ai-Iip, Andi Ibnu Hadi menjelaskan, pokok laporan yang diajukan ke MK berkaitan dengan perselisihan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati di PSU Kabupaten Tasikmalaya.
Baca Juga:Baru 12 Orang Diperiksa Polda Jabar Terkait Hibah 30 Miliar di Kabupaten TasikmalayaPesan H Amir Mahpud: Cecep-Asep Diminta Cat dan Bersihkan Masjid Agung Kabupaten Tasikmalaya!
“Iya laporannya sudah diterima dan diregister di MK, tertanggal Senin (28/4/2025). Jadi yang kami gugat ini adalah SK KPU terkait hasil PSU,” ungkap Andi kepada Radar, Selasa (29/4/2025).
Andi menyebut, kliennya Ai-Iip bertindak sebagai pemohon, sementara KPU Kabupaten Tasikmalaya menjadi pihak termohon, dan Bawaslu sebagai pihak terkait. Menurutnya, tuntutan utama adalah pembatalan SK KPU terkait hasil PSU. Jika SK tersebut dibatalkan, maka keputusan mengenai pelaksanaan PSU ulang sepenuhnya diserahkan kepada MK, termasuk bentuk penyelenggaraannya.
“Bahwa kami laporkan hasil PSU ini ke MK, karena dari hasil PSU ini banyak praktek kecurangan terutama politik uang yang masif terjadi dalam penyelenggaraan PSU ini,” terangnya.
Ia menambahkan, setelah laporan diterima, tinggal menunggu agenda sidang.
“Jadi ketika selesai diperiksa oleh panel MK, baru tahapannya pemeriksaan alat bukti, saksi dan sebagainya dalam sidangnya nanti,” jelas dia.
Andi juga menuturkan bahwa pasangan calon nomor urut 02 Cecep-Asep dan calon 01 Iwan-Dede ikut menjadi pihak terkait dalam laporan ini bersama Bawaslu. Tergantung apakah mereka akan hadir atau tidak. Ia menuding bahwa penyelenggaraan PSU kali ini sarat dengan kecurangan sejak awal hingga akhir, yang bahkan ramai diperbincangkan di media sosial, terutama terkait politik uang. Ia mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak proaktif dalam menangani dugaan pelanggaran.
“Artinya praktik pelanggaran pemilu itu seharusnya tidak ada, karena peran Bawaslu bukan hanya sekedar pengawasan partisipatif masyarakat, jadi harus ada konsep pengawasannya,” kata dia.