Bisa Muncul Tersangka Lain, Aktivis Dorong Kasus Korupsi di Kota Banjar Diusut Tuntas

Kejaksaan
Kendaraan tahanan Kejaksaan Negeri Kota Banjar yang digunakan DRK, tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Kota Banjar. (Anto Sugiarto/Radartasik.id)
0 Komentar

BANJAR, RADARTASIK.ID – Dugaan kasus korupsi tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Kota Banjar menyeret nama ketua DPRD. Publik pun menduga-duga apakah tersangkanya satu orang atau bisa lebih.

Ketua GMNI Kota Banjar Kresty Amelania Putri menyebut, jika dianalisis dari kasusnya, kerugian negara sebesar Rp 3,5 miliar disinyalir bukan hanya dilakukan satu orang (DRK). Dia menduga itu bisa dilakukan secara kolektif (berjamaah).

“Penetapan tersangka saat ini memungkinkan adanya tersangka lainnya (di kasus korupsi tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Kota Banjar),” ucap Kresty, Senin 28 April 2025.

Baca Juga:Aktivis Curiga dengan Wacana Reaktivasi Kereta Banjar-Pangandaran, Pemerintah Diminta TransparanSoal Kenaikan Tunjangan Dewan, Pemkot Banjar Diminta Ikut Memberi Penjelasan

Menganalisa permasalahan itu, kata dia, pemberian tunjangan perumahan dan transportasi dapat dikatakan bentuk dugaan korupsi yang “dilegalkan”. Karena rumah yang disewa adalah rumah milik pribadi pimpinan, wakil ketua dan anggota DPRD Kota Banjar. Anggaran yang digunakan merupakan uang negara.

Hal itu merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat negara dalam kasus tersebut.

“Mengapa demikian, karena penyalahgunaan wewenang merupakan suatu hal mutlak dalam penentuan tindak pidana korupsi, dan berakibat kepada kerugian keuangan negara atau perekonomian negara,” jelasnya.

Hal tersebut sesuai tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, terkait pejabat publik, pemerintahan atau penyelenggara negara terutama dalam hal penggunaan keuangan negara.

Meski telah diatur melalui Perwal Banjar Nomor 15 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perwal Banjar Nomor 82 Tahun 2020 Tentang Besaran Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transportasi bagi pimpinan, wakil ketua dan anggota DPRD Kota Banjar, bahwa dalam menetapkan besaran tunjangan tidak didasari asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, standar harga setempat yang berlaku.

Selain itu, tidak standar luas bangunan dan lahan rumah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam menentukan tunjangan perumahan.

“Maka disinilah letak korupsi kebijakan sebagai salah satu bentuk perampokan uang rakyat yang dilegalkan dalam peraturan perundang-undangan, berikut peraturan turunannya,” jelasnya.

Baca Juga:Butuh Rp 3 Triliun untuk Reaktivasi Kereta Api Banjar-PangandaranMantan Anggota DPRD Kota Banjar Siap Melakukan Pengembalian Jika Ada Kerugian Negara pada Tunjangan Dewan

Pihaknya mendukung penuh Kejaksaan Negeri Kota Banjar serta aparat penegak hukum lainnya untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi. Demi memutus mata rantai korupsi di Kota Banjar ini yang hanya akan merugikan rakyat.

0 Komentar