Bahas LGBT, Ulama dan Forum Pondok Pesantren Kota Tasikmalaya Kecewa Wali Kota Tak Hadir

ulama kota tasik bahas LGBT
Ulama Kota Tasikmalaya Berkumpul di Gedung Dakwah membahas fenomena LGBT di Kota Santri, Senin 28 April 02025. (Firgiawan/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Sejumlah tokoh keumatan Kota Tasikmalaya mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakhadiran Wali Kota, Viman Alfarizi Ramadhan, dalam acara halal bihalal dan diskusi yang digelar di Gedung Dakwah Kota Tasikmalaya, Senin 28 April 2025.

Selain mempererat silaturahmi, acara itu juga sengaja diigelar untuk membahas secara khusus terkait fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Isu tersebut belakangan menghebohkan masyarakat di media sosial. Termasuk di Kota Tasikmalaya.

Ketua MUI Kota Tasikmalaya, KH Aminudin Bustomi, menyampaikan bahwa kegiatan itu telah dipersiapkan jauh hari dan melibatkan berbagai elemen, mulai dari kepolisian, TNI, Kemenag, hingga pondok pesantren.

Baca Juga:Baru 12 Orang Diperiksa Polda Jabar Terkait Hibah 30 Miliar di Kabupaten TasikmalayaPesan H Amir Mahpud: Cecep-Asep Diminta Cat dan Bersihkan Masjid Agung Kabupaten Tasikmalaya!

“Alhamdulillah, acara berjalan lancar sesuai rencana. Forkopimda, para masyaikh, dan pimpinan pondok pesantren hadir. Namun, kami menyayangkan wali kota tidak dapat hadir, padahal kehadiran beliau kami harapkan sebagai bentuk perhatian terhadap persoalan ini,” ujar KH Aminudin usai silaturahmi.

Dalam kesempatan tersebut, MUI menghadirkan Prof Asep Sunarya MKes, Wakil Rektor III Unsil, untuk menyampaikan materi mengenai fenomena LGBT dan dampak yang ditimbulkan. Diskusi tersebut bertujuan memperkaya wawasan para da’i agar lebih efektif dalam menyampaikan dakwah kepada umat.

KH Aminudin menekankan bahwa fenomena LGBT tidak hanya berdampak pada moralitas, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan seperti HIV/AIDS dan gangguan kejiwaan. Ia mengingatkan bahwa persoalan ini harus ditangani secara komprehensif, tidak cukup melalui langkah sesaat.

“Fenomena ini seperti gunung es. Jika tidak segera diantisipasi, dikhawatirkan akan menimbulkan dampak sosial dan bencana yang lebih luas. Ini menjadi bahan renungan bersama,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, MUI berencana menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas langkah konkret dalam merespons fenomena LGBT. Termasuk usulan penguatan regulasi yang lebih efektif.

Pengurus MUI lainnya, Fakhrurrozi, menambahkan bahwa berdasarkan pemaparan dalam diskusi, diperkirakan terdapat sekitar 10 ribu populasi terkait aktivitas LGBT di Kota Tasikmalaya. Ia berharap ada sinergi nyata antara MUI dan Pemerintah Kota untuk menanggulangi persoalan tersebut.

“Kami ingin agar predikat Kota Santri bukan hanya menjadi slogan, tetapi terwujud dalam kebijakan nyata. Sayangnya, hingga kini kami menilai Pemkot belum menunjukkan keseriusan,” ungkapnya.

0 Komentar