Penghapusan Dana Hibah untuk Pesantren di Jabar Disayangkan Pihak Ponpes

hibah pesantren di jabar
Para santri di Pondok Pesantren Cisurupan Kabupaten Garut bersama guru ngaji mereka. (IST)
0 Komentar

GARUT, RADARTASIK.ID – Keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghapus dana hibah untuk pesantren pada tahun anggaran 2025 menuai respons dari kalangan pesantren. Kkhususnya di Kabupaten Garut. Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari upaya efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, sebelumnya menjelaskan bahwa pada tahun anggaran 2025, Pemprov Jabar melakukan efisiensi dan realokasi anggaran sebesar Rp5,1 triliun.

Dana tersebut akan dialokasikan untuk program-program prioritas seperti infrastruktur dan sanitasi, pendidikan, kesehatan, serta penyediaan cadangan pangan.

Baca Juga:Tasikmalaya Jadi Tuan Rumah Pembinaan IRH 2025, Diky Candra: Ini Momentum BerhargaPemkot Tasikmalaya Mulai Tata Infrastruktur Pasar Cikurubuk

Namun demikian, Pimpinan Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darus Salam Al Faridz Cisurupan, Aceng Nizar Ashhab, menyayangkan penghapusan dana hibah untuk pesantren ini.

“Sebetulnya untuk kami yang aktif di pesantren mengelola santri, jujur kami juga merasa menyayangkan kenapa dihapus,” ucapnya kepada koran digital Rakyat Garut (grup Radar Tasikmalaya), Kamis (24/4/2025).

Aceng menyampaikan bahwa tidak semua pesantren di Jawa Barat, khususnya di Garut, menerima bantuan hibah dari pemerintah—hanya pesantren yang sudah terdata saja. Meski begitu, ia memahami adanya kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dilakukan dari pusat hingga ke daerah.

“Saya pribadi menyayangkan, tapi kita juga tidak bisa egois. Karena gini, kalau kita nonton berita dari mulai pemerintah pusat sampai ke bawah itu kan banyak anggaran yang dipotong, alasannya efisiensi,” katanya.

Menurutnya, penghapusan dana hibah ini akan berdampak langsung pada fasilitas belajar di pesantren, khususnya dalam hal pemeliharaan sarana yang selama ini bergantung pada bantuan pemerintah. Ia juga mempertanyakan alasan penghapusan dilakukan secara total.

“Tapi kenapa toh untuk pesantren dihapus total, kenapa tidak (sebagian, red), oke-lah dipotong tapi tidak dihapus juga gitu,” lanjutnya.

Ia mengungkapkan bahwa selama ini pihaknya belum pernah menerima dana hibah dari pemerintah, kecuali satu kali. Yaitu melalui Program Indonesia Pintar (PIP) santri. Namun, program bantuan untuk guru ngaji MDT masih berjalan meski dengan kuota terbatas. Ada satu sampai dua orang guru ngaji MDT yang bantuan dengan nilai sebesar Rp1 juta hingga terakhir Rp1,2 juta.

0 Komentar