TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Predikat “Kota Resik” yang melekat pada Kota Tasikmalaya kembali dipertanyakan. Resik artinya bersih. Kota Tasikmalaya dahulu meraih beberapa kali Adipura sebagai kota terbersih. Namun sekarang kondisinya sudah berbalik.
Kota yang digadang-gadang sebagai salah satu kota bersih ini justru dipenuhi gunungan sampah. Pasca Lebaran 2025, tumpukan sampah liar menjadi pemandangan akrab di sejumlah sudut kota.
Pantauan Radar di lapangan pada Selasa (8/4/2025) pagi, sampah tumpukan sampah terlihat di sejumlah ruas jalan. Seperti di Jalan Bantar, Jalan Situ Gede, hingga Jalan Gadog. Plastik berwarna merah, hitam, putih, kuning, bahkan karung-karung besar berisi sampah bertumpuk tanpa ampun. Tumpukan itu berjarak sekitar 200 meter satu sama lain.
Baca Juga:Koalisi Patas Siap Mempertahankan Kemenangan, Sebut Ai-Iip sebagai Paslon Higienis dan Segar!Jejak-Jejak Romantisme Politik Dua Perusahaan Transportasi di Jawa Barat!
Kondisi ini bukan kali pertama terjadi. Wali Kota Tasikmalaya, Viman Alfarizi Ramadhan, menyebut pemandangan tersebut sudah menjadi “tradisi” usai Lebaran. Tahun sebelumnya, peristiwa serupa pun terjadi, bahkan sampah sempat menumpuk di jantung kota, Jalan KH Zaenal Mustafa.
Dalam pidatonya saat apel gabungan di Bale Kota Tasikmalaya, Viman tak menampik bahwa momen Idul Fitri memang selalu diiringi lonjakan produksi sampah. Ia mencatat sedikitnya ada 15 titik tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal yang tersebar di berbagai penjuru kota.
“Sampahan memang meningkat luar biasa ketika hari raya Idul Fitri. Itu jadi PR besar. Saya sudah minta Dinas LH terus upayakan penanganan, dibantu dinas lain seperti BPBD dan PUTR, agar kita buat program strategis persampahan,” ujarnya.
Menurut Viman, persoalan sesungguhnya ada di tingkat paling dasar, yakni pola buang sampah dari rumah tangga yang belum tertib. Sampah seolah hanya dipindahkan dari pekarangan rumah ke pinggir jalan atau TPS liar, tanpa ada tanggung jawab atas proses akhirnya.
“Hulunya adalah sampah rumah tangga yang tidak benar-benar dibuang secara baik. Hanya dipindahkan dari rumah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Ciangir. Kalau tidak ada perubahan cara pandang dan pola penanganan, TPA Ciangir lambat laun pasti over kapasitas,” tegasnya.
Keluhan juga datang dari warga sekitar Jalan Gadog. Nurlaela (38) mengaku sudah lama resah dengan kondisi sampah yang kerap dibiarkan menumpuk hingga berhari-hari tanpa ada upaya pengangkutan.