“Tiba-tiba saya ada di Milan, klub impian saya, dengan kontrak sekitar €2,5 juta per tahun. Saya merasa sudah mencapai segalanya. Saya punya karier, penghasilan besar, dan bermain untuk tim favorit saya. Tapi justru di situlah masalahnya—saya kehilangan tujuan,” ungkapnya.
Tonali mengaku tidak mudah melakukan adaptasi di Milan akibat tekanan tinggi dan jadwal padat membuatnya kesulitan.
“Saya bermain di Liga Europa, Coppa Italia, Serie A—saya kelelahan. Bahkan ada momen di musim pertama ketika saya memilih untuk tidak bermain. Itu gila,” akunya.
Baca Juga:Empat Tim yang Berpeluang Raih Treble Winners Seperti Inter Milan: Dari Real Madrid Hingga Aston VillaKartu Merah Inzaghi, Cara Sang Pelatih Inter Melindungi Anak Asuhnya dari Tekanan Media
Setelah membantu Milan lolos ke Liga Champions, Tonali sadar harus bangkit dan menghabiskan liburan dengan perasaan gelisah, menunggu keputusan ia akan ditebus atau tidak.
“Saya sudah bermain 37 laga, tapi tak ada yang membuat orang berkata, ‘Tonali luar biasa,” ungkapnya.
Terakhir, Tonali menegaskan keputusan untuk pergi bukan keinginannya meski akhirnya, jalan yang ia tempuh membawanya keluar dari San Siro.
“Saya tidak ingin meninggalkan Milan. Itu sangat membebani saya. Tapi ada pembicaraan yang harus dilakukan, ada sesuatu yang harus kami korbankan,” pungkasnya.