RADARTASIK.ID– Bulan Ramadan yang penuh berkah akhirnya telah kita lalui dan menandakan tibanya Hari Raya Idul Fitri.
Setelah sebulan penuh menahan diri dari makan, minum, serta perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa, umat Islam merayakan Idul Fitri dengan penuh suka cita.
Shalat sunnah berjamaah menjadi bagian dari tradisi yang dianjurkan, diiringi dengan mengenakan pakaian baru sebagai simbol kebersihan jiwa dan kemenangan spiritual.
Baca Juga:3 Peserta Black Team dan 1 White Team Tereliminasi dari MasterChef Indonesia Season 12! Welcom New Top 15!Daftar dan Jadwal Film Libur Lebaran 2025 Tayang di RCTI: Sewu Dino, Sinden Gaib hingga Catatan Si Boy
Shalat Idul Fitri dalam ajaran Islam memiliki makna sebagai ungkapan syukur atas selesainya ibadah puasa.
Hal ini sejalan dengan shalat Idul Adha yang merupakan bentuk rasa syukur atas pelaksanaan ibadah haji.
Pada hari ini, berpuasa menjadi sesuatu yang dilarang dalam syariat, menegaskan bahwa ini adalah waktu untuk merayakan kemenangan rohani.
Berikut penjelasan Asal Usul, Keutamaan, Makna dan Esensi Hari Raya Idul Fitri dalam Islam melansir laman NU Online:
Asal Usul Hari Raya Idul Fitri
Idul Fitri berkaitan erat dengan dua peristiwa penting dalam Islam, yakni Perang Badar dan tradisi masyarakat jahiliyah.
Idul Fitri pertama kali dirayakan yaitu pada tahun ke-2 Hijriah, yang bertepatan dengan kemenangan umat Islam pada saat Perang Badar.
Kemenangan ini memiliki makna ganda, yaitu keberhasilan kaum Muslimin dalam menghadapi musuh serta keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Perayaan ini sekaligus menjadi momentum kejayaan Islam.
Baca Juga:Profil 3 Peserta Wisuda Akbar Hafiz Indonesia 2025, Ada Naufal dari AustraliaJadwal Acara RCTI Minggu, 30 Maret 2025: Wisuda Akbar Hafiz Indonesia 2025, MasterChef Indonesia Season 12
Ternyta sebelum agama Islam datang, masyarakat Arab jahiliyah sendiri sudah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan kemeriahan.
Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa mereka memiliki kebiasaan bermain pada dua hari khusus setiap tahunnya.
Ketika Nabi Muhammad ï·º tiba di Madinah, beliau mengganti perayaan tersebut dengan Idul Fitri dan Idul Adha, yang memiliki nilai ibadah lebih tinggi serta sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam kitab Risalah fil Aqaid, Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa dua hari raya kaum jahiliyah tersebut disebut Nairuz dan Marjaan.
Kedua hari ini identik dengan pesta pora, minum-minuman keras, dan hiburan berlebihan.
Setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi Muhammad ï·º mengganti perayaan tersebut dengan Idul Fitri dan Idul Adha agar umat Islam memiliki tradisi yang lebih baik dan sesuai dengan syariat Islam.