TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Ormas Persatuan Umat Islam (PUI) Kota Tasikmalaya meminta Safari Ramadan yang dilaksanakan Pemkot Tasikmalaya punya esensi perbaikan. Supaya kegiatan rutin tahunan tersebut tidak hanya sekadar seremoni saja.
Hal itu diungkapkan Ketua PUI Kota Tasikmalaya H Agus setiawan di depan Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi Ramadhan dan wakilnya Diky Candra serta Forkopimda ketika melaksanakan Safari Ramadhan di sekretariatnya, Rabu (26/3/2025). Dirinya memberikan saran agar kegiatan tersebut punya esensi guna perbaikan daerah. “Harus ada evaluasi output dan outcome, sehingga tidak berkesan seremonial saja,” ungkapnya.
Dengan begitu Safari Ramadan bisa memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan masyarakat Kota Tasikmalaya. Terlebih, kegiatan tersebut dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya. “Supaya tahun demi tahun ada peningkatan berdampak positif,” ucapnya.
Baca Juga:Polisi Akan Turun Tangan, Soal Indikasi Pungutan Masuk Kantong Pejabat Pemkot dari Pedagang Jalan HZ MustofaGara-Gara "Uang Rp 28,7 Juta", 3 Pria di Kota Tasikmalaya Ini Ditangkap Polisi Menjelang Lebaran
H Agus Setiawan pun memaparkan berbagai problema di Kota Tasikmalaya, khususnya berkaitan dengan penyakit masyarakat. Dari mulai peredaran miras, geng motor, narkoba, prostitusi sampai LGBT. “Dari kacamata keummatan ini sangat meresahkan,” ucapnya.
Butuh solusi untuk membangun generasi muda di masyarakat yang mampu membangun daerah. Dari mulai sisi agama, moral sosial dan nilai-nilai lainnya yang harus dijaga. “Karena penyakit masyarakat itu banyak melibatkan generasi muda,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi Ramadhan mengatakan apa yang disampaikan Ketua PUI akan menjadi catatan bagi Pemkot. Secara prinsip, membangun generasi muda secara positif tidak bisa hanya dilaksanakan oleh pemerintah. “Kolaborasi pemkot Tasikmalaya dan ormas,” ungkapnya.
Di satu sisi pihaknya ingin membangun Kota Tasikmalaya sebagai kota industri jasa perdagangan. Namun tentunya upaya itu bukan berarti mengesampingkan nilai-nilai religius. “Jangan sampai jadi kota perdagangan, tapi kehilangan identitas religius,” ucapnya.
Diakuinya bahwa segala upaya yang dilakukan tidak bisa memberikan hasil secara instan. Terlebih membangun mental generasi muda yang secara umur berada di usia yang produktif yang tentunya punya potensi. “Tidak bisa berlari, tidak bisa Instan,” katanya.(rangga jatnika)