Penerapan AI di Indonesia harus disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional. Upaya ini mulai dilakukan, salah satunya melalui pembentukan Kolaborasi Riset & Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) yang bertujuan menjembatani kesenjangan kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas publik.
Sri Safitri, Sekjen Partnership (KORIKA) mengatakan, meski berpotensi mendorong transformasi besar, pengembangan AI di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu tantangan utama yakni ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas. Hingga saat ini, jumlah individu yang memiliki keahlian dalam bidang AI masih sangat sedikit. Bahkan, program studi khusus AI di Indonesia baru dimulai.
Baca Juga:Indosat Berdayakan Ekonomi Marbot, Pastikan Jaringan Andal Selama Ramadan dan Libur LebaranIftar Lezat dan Berhadiah di Hotel Santika, Berbuka Sambil Berbagi
“Selain itu, keterbatasan infrastruktur digital juga menjadi hambatan besar. Kemudian, kurangnya pendanaan dan riset & pengembangan (R&D). Dari sisi regulasi, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam pengelolaan data serta kebijakan terkait AI. Terakhir, keterbatasan akses terhadap teknologi,” ungkap dia.
Sementara itu, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS menambahkan, “Adopsi AI yang tumbuh pesat di sektor finansial serta ekonomi digital menunjukkan bahwa teknologi ini telah menjadi tulang punggung transformasi ekonomi. Melalui dukungan strategi pemerintah, kolaborasi industri, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja, AI dapat memberdayakan Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.”
Meski berpotensi mendorong transformasi besar, pengembangan AI di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Pemerintah berperan strategis dalam mendorong pengembangan AI di tingkat nasional, dengan regulasi yang mengatur AI dan tata kelolanya guna memaksimalkan manfaat besar AI sekaligus meminimalkan resikonya.
Di Indonesia sendiri, penguatan kedaulatan AI eloknya dilakukan dengan mendorong lebih banyak sektor beralih dari fase Taker ke fase Shaper serta Maker. Sebagai contoh, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) tidak hanya memanfaatkan AI untuk bisnis misalnya peningkatan layanan pelanggan dan kinerja jaringan, tetapi juga aktif membangun ekosistem AI inklusif melalui pengembangan talenta, pelatihan, serta kolaborasi strategis demi pemerataan akses teknologi AI di berbagai sektor.
Selain Indosat yang telah mengadopsi teknologi AI melalui berbagai inovasi seperti Sahabat-AI, Indosat AI Experience Center, dan Digital Intelligence Operation Center (DIOC), sejumlah perusahaan lain pun turut memanfaatkan AI. GoTo, misalnya, menggunakan AI untuk mempersonalisasi preferensi pelanggan dan memprediksi permintaan.