Warga Tasikmalaya Ngaku Jadi Korban Perdagangan Orang di Myanmar, Bingung Tak Bisa Pulang

perdagangan orang
ilustrasi: Artificial Intelligence (AI)
0 Komentar

Selama berada di perusahaan tersebut, SR mengaku dipekerjakan 18 nonstop. Dalam seharis hanya ada dua kali jam istirahat. Durasinya hanya 30 menit. Dia sendiri mengaku tidak berani melapor kepada siapapun karena jika ketahuan, ia akan dikurung dan dipenjara oleh pihak perusahaan. Sebab menurutnya perusahaan tersebut memiliki tempat semacam penjara yang dijaga ketat orang-orang seperti tentara.

“itu yang menjadi ketakutan kita tuh. Udah we kita teh bekerja padahal takut penjara. Penjaranya juga diawasi militer,” terang dia.

Saat menghubungi Radar, SR mengaku menggunakan fasilitas kantor yang biasa digunakan untuk modus penipuan. Sebab ponsel pribadinya tidak boleh dibawa ke tempat kerja. Ia mengatakan saat itu dirinya aman dan pembicaraannya tidak akan dimengerti karena ia menggunakan bahasa sunda.

Baca Juga:Ketua PCNU Kabupaten Tasikmalaya Beri Pesan Mendalam bagi Cecep Nurul Yakin!Wacana Alih Anggaran Mobil Dinas Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi untuk Truk Sampah Masih Diragukan

“Nya ieu kan ngobrol pake Bahasa Sunda, teu kabeh ngarti lah. Kaduana, ieu ge sembunyi-sembunyi. Ieu ge di bawah tangga (Makanya ngobrol dengan Bahasa Sunda biar yang lain gak pada ngerti. Ini juga sembunyi-sembunyi, di bawah tangga, red),” jelasnya.

Selain bertugas mengedit wajah orang untuk akun fake, lanjut dia, para karyawan yang terjebak di sana juga diminta membuat bukti transfer palsu menggunakan aplikasi yang disediakan perusahaan.

“Saya juga dilatih menggunakan semua aplikasi tersebut. Semua yang datang ke sini dilatih menguasai komputer, mengetik cepat, dan berbicara seperti seorang pebisnis. Ada yang bertugas menjadi model untuk video call ke calon korban menggunakan teknologi AI,” jelasnya.

Kemudian korban akan dijebak menggunakan link belanja marketplace yang kemudian diarahkan kepada link penipuan. Selain itu ia juga dipaksa membuat transaksi palsu menggunakan aplikasi yang disediakan perusahaan.

“Ya, (modusnya) mendekati orang-orang di medsos dan ujungnya diajak untuk investasi ke salah satu platform belanja seperti Lazada, Shopee, atau crypto,” ujarnya.

Meskipun masih bisa berkomunikasi dengan dunia luar, SR mengaku aktivitasnya selalu diawasi dan dijaga ketat, sehingga sulit untuk bertindak lebih jauh.

“Kita berbagi (cerita) agar tidak ada warga Tasikmalaya yang seperti saya, hanya tergiur gaji besar tetapi malah jadi malapetaka,” pungkasnya.

0 Komentar