Bukan hanya membuang waktu, PSU juga menghabiskan uang rakyat yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan daerah, dan harus dialokasikan kembali untuk memperbaiki kesalahan yang seharusnya tidak terjadi.
Berdasarkan kejadian ini, Fajar menegaskan bahwa publik berhak mempertanyakan apakah Bawaslu masih layak dipercaya.
Jika pelanggaran fundamental seperti ini bisa lolos, bagaimana dengan kasus-kasus lainnya? Fajar khawatir, ini hanya merupakan fenomena puncak gunung es dari carut-marutnya pengawasan pemilu di Indonesia.
Baca Juga:Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi Ramadan Tanggapi Kekosongan Jabatan di Pemkot dan Curhatan Eslon IIBI Tasikmalaya Siapkan Rp1,8 Triliun untuk Penukaran Uang Ramadan
Bawaslu seharusnya menjadi institusi yang menjaga marwah demokrasi, bukan malah menjadi bagian dari masalah yang merusak tatanan demokrasi itu sendiri.
”Jika kejadian seperti ini terus berulang, maka kepercayaan terhadap sistem pemilu akan runtuh, dan demokrasi yang kita bangun dengan susah payah hanya akan menjadi ilusi belaka,” ungkapnya kepada Radartasik.id.
Oleh karena itu, ia menuntut agar Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya bertanggung jawab penuh atas kegagalannya dalam mengawasi pencalonan ini.
Jika perlu, evaluasi menyeluruh dan sanksi terhadap pihak yang lalai harus dilakukan.
Bahkan, jika Bawaslu tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, mereka lebih baik mundur dari jabatan.
Selain itu, Fajar juga mendesak agar mekanisme pengawasan dalam Peraturan KPU (PKPU) direvisi agar tidak ada lagi celah bagi calon yang tidak memenuhi syarat untuk bisa lolos dengan mudah.
Ia juga mengusulkan transparansi yang lebih besar dalam proses verifikasi calon, agar masyarakat dapat ikut mengawasi dan mencegah kesalahan serupa terjadi lagi di masa depan.
Baca Juga:Partisipasi Pilkades Cipaingeun Kabupaten Tasikmalaya 52 Persen, Abdul Hak Muksin Terpilih Menjadi Kepala DesaBuka Siang Hari, Warung Makan Dirazia Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya
Fajar menegaskan bahwa jika kejadian ini tidak dijadikan momentum untuk melakukan perbaikan, maka jangan heran jika di masa depan, pemilu dan pilkada hanya menjadi panggung dagelan yang dimainkan oleh elite politik, sementara rakyat terus menjadi korban dari sistem yang rusak. (Radika Robi Ramdani)