Ketua kelompok tani lainnya, Baron—nama samaran—mengaku sering bertengkar dengan pemilik kios pupuk terkait penahanan kartu tani milik anggotanya.
Pemilik kios berdalih menahan kartu tani agar kuota pupuk para petani tidak hilang atau hangus.
Namun, tindakan ini justru mempersulit petani dalam memperoleh pupuk yang dibutuhkan. Dia pun harus membeli pupuk urea sebesar Rp 135.000 per karung (50 kg) di atas HET.
Baca Juga:PT Pupuk Indonesia Siapkan Langkah Tegas Jika Skandal Distribusi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Tasik TerbuktiDPRD Bahas Skandal Distribusi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Tasikmalaya, Pihak-Pihak Terkait Dipanggil
Salah satu petani di wilayah Tasikmalaya Utara, Jajang, juga mengalami masalah serupa.
Jajang memiliki kartu tani dengan kuota pupuk yang telah tertera di dalamnya.
Namun, saat ia hendak membeli pupuk, kios tempatnya berbelanja menahan kartu tani miliknya. ”Jatah saya (beli pupuk, red) empat karung. Namun, saat itu beli dua karung dulu,” katanya.
Setelah beberapa waktu, ketika ia datang kembali untuk membeli pupuk sisa kuota, pihak kios menyatakan bahwa kuotanya telah hangus.
Untuk memenuhi kebutuhannya, Jajang akhirnya terpaksa membeli pupuk dengan harga yang jauh lebih mahal, yakni Rp 200.000 per karung (50 kg), meskipun sebelumnya harga yang tercatat jauh lebih murah.
”Karena saya butuh, jadi saya beli saja,” keluhnya. (Radika Robi Ramdani)