TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Penjelasan Rahmat Kurnia selaku suami dari ahli waris dinilai tidak sinkron dengan asal usul sertifikat. Tahun 1985, sertifikat tanah untuk lahan di Jalan Yudanegara kepemilikannya masih atas nama orang lain.
Pengacara dari Prima & Partner Priyahadi Mulyana menilai ada yang janggal dengan pernyataan suami mantan kliennya. Di mana ada Hj Eroh mendapatkan ganti rugi pada tahun 1985 untuk penggunaan lahan tersebut sebagai jalan. “Tahun 1985, hak kepemilikan tanah tersebut masih atas nama Sou Siong Kioen,” ujarnya kepada Radar, Rabu (12/2/2025).
Adanya pengalihan sertifikat, lanjut Priyahadi, baru dilakukan pada 1989. Sehingga, yang seharusnya mengurus atau mendapatkan uang ganti rugi tentunya bukan keluarga Hj Eroh. “Jadi tahun 1985, tanah itu masih atas nama kepemilikan orang lain (bukan keluarga Hj Eroh),” jelasnya.
Baca Juga:Klakson Bus Telolet Jadi Sasaran Operasi Keselamatan Lodaya di Tasikmalaya, Berpotensi Ganggu Sistem RemTaruna Merah Putih Temukan Puluhan Lulusan SMA di Kota Tasikmalaya Belum Terima Ijazah, Terkendala Biaya
Di samping itu, Rahmat mengetahui polemik ini pada Januari 2025 saat kuasa hukum baru melakukan somasi. Jika memang ingin mencabut kuasa, seharusnya dilakukan sesegera mungkin. “Kenapa sebulan kemudian baru dicabut, di mana upaya atau pekerjaan kami sudah mau selesai, kan aneh,” katanya.
Lanjut Priyahadi, sejak tahun 1956 sampai 1985 tanah tersebut masih berstatus Eigondom nomo 231 dengan kepemilikan atas nama Souw Siong Kioen. Secara aturan, tanah dengan status tersebut tidak boleh dijadikan fasilitas umum. “Menurut UU Pertanahan, keberadaan eigendom tidak bisa dan tidak boleh dijadikan untuk fasum,” imbuhnya.
Sebelumnya, Suami dari salah satu ahli waris, Rahmat Kurnia mengaku dirinya yang menginisiasi pencabutan kuasa kepada pengacara. Pasalnya lahan yang digunakan sebagai jalan pada dasarnya sudah diserahkan kepada pemerintah pada pada tahun 1985. “Saya masih ingat, ganti rugi seluruh kota itu Rp 1.000 per meter persegi,” ucapnya.
Pria itu pun menerangkan bahwa sejak awal tanah tersebut merupakan hasil warisan turun temurun keluarga mertuanya. Sehingga belum pernah diperjualbelikan dan bukan hasil pembelian dari orang lain. “Dari dulu sudah jadi tanah keluarga, bukan hasil membeli,” imbuhnya.
Meskipun ahli waris sudah merelakan lahan tersebut untuk digunakan sebagai jalan, Sampai Rabu 12 Februari 2025 tanda batas di Jalan Yudanegara masih belum dihapus.(rangga jatnika)