Program SLRT di Dinas Sosial Kota Tasikmalaya Senilai Rp 3 Miliar Belum Punya Legalitas!

puskesos SLRT belum dibentuk, tapi dinas sosial kota tasikmalaya
Gambar ilustrasi: net
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pengadaan perangkat komputer untuk program Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) di Dinas Sosial Kota Tasikmalaya mendapat sorotan.

Pasalnya, kelembagaan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) yang menjadi dasar pelaksanaan program SLRT belum resmi dibentuk. Yang seharusnya ditandai dengan diterbitkannya keputusan Wali Kota Tasikmalaya terkait layanan tersebut.

Berdasarkan data LPSE Kota Tasikmalaya, pengadaan barang bagi program SLRT tersebut sudah diproses pada tahun 2024. Di mana Dinsos Kota Tasikmalaya menyerap biaya atau anggaran senilai Rp 2.999.150.000.

Baca Juga:Rp 97 Miliar “Terbakar” Sia-Sia Jika MK Memutuskan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya Diulang3 Ide Merayakan Hari Valentine dan Rekomendasi Hadiah untuk Pasangan

Angka tersebut meliputi perangkat komputer senilai Rp 2.356.550.000, perangkat printer senilai Rp 235.200.000 dan perangkat scanner senilai Rp 407.400.000.

Dari informasi Radar, SLRT-Puskesos yang tersebar ke 69 kelurahan dan 10 kecamatan di Kota Tasikmalaya sendiri belum memiliki legalitas. Pasalnya, secara administrasi, lembaga atau program tersebut belum dikuatkan melalui Peraturan Wali Kota (Perwalkot).

Terpisah, Kepala Departemen Tata Kelola Urusan Publik (Take UP) Perkumpulan Inisiatif, Nandang Suherman, mempertanyakan langkah Pemkot Tasikmalaya yang diketahui telah mengeksekusi belanja kurang lebih sekitar Rp 3 miliar untuk pengadaan komputer, scanner, dan printer pada April 2024 untuk program SLRT.

“Ini perlu jadi pertanyaan besar, sebab kelembagaan belum ada, tapi pengadaan sudah berjalan. Saya heran kenapa Pemkot terburu-buru tanpa ada dasar hukum yang jelas. Sistem itu memerlukan kelembagaan yang kuat agar dapat berjalan efektif,” ujar Nandang, Kamis 12 Februari 2025.

Ia juga menyoroti kurangnya perhatian terhadap para relawan yang terlibat dalam proses pendataan, verifikasi dan validasi di lapangan.

Menurut Nandang, Pemkot dalam hal ini Dinas Sosial lebih mendahulukan kepentingan pengadaan barang berupa perangkat komputer.

Dibanding membiayai operasional para tenaga yang sudah bergerak dalam melakukan tugas-tugas bantuan di lapangan kaitan persoalan sosial.

Baca Juga:Mengungkap Sejarah Hari Valentine dan Romansa Perayaan SetelahnyaKejaksaan Agung Geledah Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Dugaan Korupsi?

“Banyak relawan yang tidak mendapatkan honor. Mestinya, Pemkot juga memikirkan mereka, bukan hanya fokus pada pengadaan barang,” tegas pemerhati yang konsen menyoroti kebijakan politik anggaran pemerintah.

Nandang menyebut hasil informasi yang dia terima di lapangan, banyak kasus sosial seperti gelandangan dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang tidak tertangani dengan baik.

“Seharusnya program ini berjalan proaktif, tapi faktanya banyak yang terabaikan. Di Cipawitra, misalnya, kondisi ini masih terjadi,” katanya.

0 Komentar