Ia pun dengan tegas menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah kejahatan.
Sepanjang film, penonton disuguhkan adegan memilukan di mana tentara Israel—dengan izin dari pengadilan yang tidak melibatkan suara rakyat Palestina—memaksa wanita tua dan anak-anak meninggalkan rumah mereka.
Warga Palestina tidak memiliki hak pilih, bahkan plat nomor kendaraan mereka membedakan mereka dari orang Israel.
Baca Juga:Sinopsis Film Love Hurts: Aksi dan Romansa yang Berlumur DarahSaingannya Barcelona dan Man United, Arsenal Bertekad Rebut Alexander Isak, Newcastle Pasang Harga Tinggi
Mereka hanya bisa berharap bahwa perhatian di media sosial dapat mengubah nasib mereka.
Beberapa momen dalam film menampilkan warga Palestina yang mengumpulkan sisa-sisa barang mereka dari reruntuhan, termasuk wanita yang menyelamatkan karpet dan anak-anak yang kebingungan melihat toilet mereka dihancurkan.
Sebuah ungkapan dari seorang warga, bahwa mereka tidak memiliki tanah lain, menjadi dasar dari judul film ini.
Selain rumah-rumah, fasilitas publik seperti taman bermain, sekolah, serta sumur pun turut dihancurkan.
Jalur air warga bahkan diputus dengan gergaji mesin.
Tidak jarang, pemukim Israel melakukan serangan terhadap warga Palestina, sementara tentara hanya diam menyaksikan tanpa mengambil tindakan.
Siklus Kekerasan yang Terus Berulang
Film ini menggambarkan bagaimana warga Palestina berusaha melawan dengan satu-satunya alat yang mereka miliki: kamera ponsel.
Tentara Israel terlihat tidak menyukai keberadaan kamera tersebut.
Ketika sekelompok kecil warga menggelar protes dengan membawa spanduk bertuliskan ”Palestinian Lives Matter”, mereka dihadang dengan granat kejut.
Baca Juga:Empoli Terpuruk Lagi, D’Aversa Soroti Wasit dan Striker AC Milan Gimenez yang LicikDuel Ketat Empoli vs AC Milan, Bagaimana Strategi Conceicao Mengubah Kekacauan Jadi Kemenangan?
Melalui perpaduan rekaman ponsel yang goyah, arsip dokumentasi, siaran berita televisi, serta pengambilan gambar artistik yang menangkap keindahan desa di bawah sinar lampu bohlam sederhana, film ini juga memperlihatkan bagaimana sejarah terus berulang.
Beberapa adegan bahkan menunjukkan perlawanan generasi sebelumnya, ketika ayah Basel Adra melakukan protes yang sama.
Salah satu kenangan pertama Adra adalah melihat ayahnya ditangkap untuk pertama kalinya.
Meski film ini memperlihatkan penderitaan, No Other Land juga menampilkan sisi kemanusiaan yang tetap bertahan.
Dalam satu adegan, ketika Adra akan ditangkap, ibunya masih sempat mengingatkannya untuk mengenakan jaket yang lebih hangat—suatu hal yang biasa dilakukan seorang ibu di mana pun.