“Sangat ironi kalau anak-anak HMI tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Jumud. Maka ketika tidak mau berubah, akan ketinggalan. Akan terpotong, terbunuh perkembangan zaman. Mengikuti proses, dia mengungguli dan bisa jadi leader,” tambahnya.
Dalam konteks tantangan masa kini, Haris menyoroti masalah pragmatisme yang menilai segala sesuatu dari materi.
“Tantangan hari ini, pragmatisme. Menghadapi segala sesuatu itu diukur dengan materi. Dengan bentuk sukses itu adalah yang jadi punya jabatan tinggi, kaya raya. Padahal itu bukan ukuran sukses, hanya salah satu indikator saja,” tandasnya.
Baca Juga:Biar Beli Gas LPG 3 Kilo Gak Pusing, Gunakan Link Pencarian Pangkalan Gas LPG Terdekat IniGubernur Jawa Barat Terpilih Dedi Mulyadi Tawarkan Dua Opsi untuk Selesaikan Permasalahan Penahanan Ijazah
Tak lupa, dia juga mengajak seluruh anggota HMI untuk menjaga persatuan dalam dinamika organisasi.
“Tiada lain hanya satu kata, harus bersatu. Walaupun hasil dari pemilihan yang berdinamika. Kalau sudah dinyatakan yang menang, selama terpilih secara demokratis ataupun mufakat harus didukung. Bukan karena tidak didukung, bercerai berai, berbeda, dinyatakan ada yang menang itu bibit perpecahan. Bibit kemunduran,” tegasnya.
Sambil membedah kekhasan Tasikmalaya, Dr Abdul Haris mengungkapkan kebanggaannya atas kualitas anggota HMI di Kota Santri tersebut.
“Di Tasikmalaya, kalau dilihat dari masyarakat tampak biasa saja. Kalau dibandingkan dengan cabang lain di Jabar, di luar Jawa, itu biasanya kita melihat ada sesuatu yang lebih menonjol. Saat dibawa ke Tasik, baca tulis al qurannya lebih fasih, hafalan lebih banyak, daripada yang lain. Itu yang menjadi khas. Di tingkat provinsi, nama Tasikmalaya ini cukup harum,” tuturnya. (Ayu Sabrina)