Polemik Dugaan Salah Tangkap Kasus Pembacokan di Tasikmalaya, Korban Angkat Bicara

Kasus salah tangkap pembacokan di kota tasikmalaya, kodrat keluarga olahraga tarung derajat
Keluarga Olahraga Tarung Derajat (Kodrat) berkumpul di Pengadilan Negeri Tasikmalaya untuk memberikan dukungan kepada Majelis Hakim agar tidak terpengaruh intervensi untuk persidangan kasus dugaan pembacokan, Rabu (22/1/2025). Pada kasus ini para terdakwa yang tidak mengakui apa yang didakwakan jaksa penuntut.
0 Komentar

Setelah kondisinya membaik, M Taufik sempat melihat para pelaku yang ditempatkan di tahanan Anak Polsek Tawang. Dia pun masih mengenal jelas wajah DW, pelaku yang membacoknya saat kejadian. “Memang dia pelakunya, saya masih ingat wajahnya,” jelasnya.

Saat itu pun, lanjut M Taufik, para tersangka langsung meminta maaf kepadanya. Khususnya DW yang sampai sesenggukan menangis menyesali perbuatannya. “Mereka minta maaf, enggak akan mengulangi perbuatannya lagi,” terangnya.

Seminggu setelah itu, korban kembali melihat para tersangka mengantar kakaknya. Anehnya di situ para tersangka sikapnya jadi berubah. “Mereka katanya tidak pernah melakukannya, dan tidak pernah meminta maaf,” imbuhnya.

Baca Juga:2 Tahun Pembenahan, Kabel Jaringan Internet di Kota Tasikmalaya Masih SemrawutSiapkan Langkah Hukum, Ahli Waris Jalan Yudanegara Kota Tasikmalaya Menanti Respons Somasi

Kuasa hukum korban, Windi Harisandi melihat tudingan salah tangkap ini merupakan trik dari pengacara terdakwa. Secara prosedur, seharusnya langkah yang diambil adalah praperadilan. “Harusnya praperadilan, bukan melapor ke Komisi III DPR RI,” terangnya.

Dalam RDP di Komisi III DPR RI pun dia melihat ada dua keterangan yang bertolak belakang antara kuasa hukum dengan orang tua terdakwa. Di mana kuasa hukum menyebut antar terdakwa tidak ada yang saling mengenal, sementara ibu salah seorang terdakwa menyebut anaknya bersama terdakwa lainnya sedang berada di rumahnya. “Jadi ada kebohongan di antara mereka,” ucapnya.

Dalam hal ini pihaknya bukan bertujuan untuk membela kepolisian dan jaksa. Namun pihaknya ingin proses hukum sesuai fakta di lapangan. “Kami sebagai orang hukum berkewajiban meluruskan apa yang terjadi sebenarnya,” tuturnya.

Jika para terdakwa dibebaskan hanya atas dasar opini salah tangkap, sedangkan alat bukti kuat dikhawatirkan aparat kepolisian menjadi ragu untuk bekerja. Khususnya ketika menangani proses hukum kasus kejahatan jalanan yang melibatkan anak. “Kalau polisi sudah ragu-ragu melaksanakan tugasnya, keamanan warga di Tasikmalaya yang menjamin siapa?,” katanya.

Pihaknya pun menyesalkan sikap Komisi III DPR RI yang mengeluarkan rekomendasi atas dasar keterangan sepihak. Menurutnya akan lebih objektif jika kepolisian dan pihak korban pun ditanya. “Makanya saya akan meminta kepolisian untuk mengajak korban ke Komisi III DPR RI,” imbuhnya.

Sementara itu, proses persidangan sudah melewati agenda pledoi di Pengadilan negeri Tasikmalaya. Di mana majelis hakim dalam waktu dekat akan memutuskan hasil persidangan pada perkara tersebut.

0 Komentar