Menurutnya, kerukunan, kebersamaan, rasa saling menghormati perbedaan bisa selalu tercipta di bumi Indonesia, serta mengingatkan kembali sejarah perayaan tahun Baru Imlek di Indonesia.
Selama bertahun-tahun sejak 1968-1999, warga etnis Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan budaya dan tradisi tahun Baru Imlek secara terbuka di depan umum.
“Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967,” terangnya.
Baca Juga:Ornamen Lampion di Kantor Kemenag Kota Banjar Tuai KontroversiPohon Tumbang Timpa Atap Rumah di Kota Banjar, Begini Kondisi Pemiliknya
Pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 6/2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa.
Masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Termasuk merayakan upacara-upacara keagamaan.
“Hingga saat ini, sebagian masyarakat Indonesia masih belum bisa memahami secara utuh arti sebuah perbedaan,” tegasnya. (Anto Sugiarto)