TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Bagi pejuang lingkungan, penyelamatan lingkungan dan ruang hidup masyarakat adalah tujuan utama advokasi mereka.
Namun untuk mencapai tujuan tersebut ada harga mahal yang harus dibayar oleh pejuang lingkungan karena rendahnya perlindungan dari negara.
Vonis 7 bulan yang dijatuhkan kepada pejuang lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, pada awal April tahun lalu menjadi preseden buruk bagi publik.
Baca Juga:Inilah Khasiat Daun Kelor yang Membuatnya Sangat Mahal di Eropa, Hanya Orang Kaya Mampu BeliMomen Penuh Keakraban, Perayaan 5 Tahun Honda ADV Club Karawang yang Tak Terlupakan
Hal tersebut memicu kekhawatiran ancaman pidana dan penjara bagi masyarakat yang memperjuangkan lingkungan.
Dalam upaya memperjuangkan kelestarian lingkungan, tantangan besar masih dihadapi oleh para aktivis lingkungan, khususnya di Kota Tasikmalaya.
Faisal F Noorikhsan, Dosen Gerakan Sosial FISIP Universitas Siliwangi, mengungkapkan pandangannya terkait isu pencemaran lingkungan di Tamansari, menyoroti berbagai hambatan sekaligus peluang untuk menciptakan perubahan.
Dari kasus ini, Faisal melihat masih sedikit pihak yang memutuskan untuk peduli terhadap warga di Ciangir.
Entah karena pembagian segmentasi gerakan atau yang paling miris, ketika aktivis menurutnya tidak lagi merasa perlu untuk mengetahui persoalan yang dialami orang lain di luar lingkungannya.
Menurut Faisal, gerakan sosial untuk pelestarian lingkungan sangatlah penting, tetapi tak lepas dari tantangan.
Ia menjelaskan bahwa kurangnya kesadaran dan pendidikan lingkungan menjadi salah satu kendala utama.
Baca Juga:Cegah Perkampungan Sepi Seperti di Jepang dan Korsel, Pemerintah Dorong Warga Hidupkan DesaMAN 1 Tasikmalaya Gelar Seleksi KSM dan OSN untuk Cetak Siswa Berprestasi
“Banyak masyarakat yang belum memahami dampak negatif dari kerusakan lingkungan, seperti polusi atau perubahan iklim. Hal ini menyebabkan perubahan perilaku dan dukungan terhadap gerakan lingkungan menjadi terbatas,” ungkapnya, Rabu 22 Januari 2025.
Selain itu, keterbatasan akses terhadap sumber daya juga menjadi masalah yang kerap dihadapi. Dukungan finansial, media, dan sumber daya lain dianggap penting untuk mengorganisir kampanye yang efektif.
Namun, tanpa dukungan yang memadai, gerakan sosial sering kali sulit mencapai target.
Faisal juga menyoroti tantangan lain, seperti perlawanan terhadap perubahan kebiasaan yang sudah mengakar dalam masyarakat.
“Kebiasaan yang merusak lingkungan, seperti penggunaan plastik atau polusi industri, sulit diubah karena sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi, ada kepentingan ekonomi yang sering kali bertentangan,” jelasnya.
Faktor sosial dan politik, lanjut Faisal, turut memengaruhi perjuangan para aktivis. Kurangnya dukungan dari kebijakan pemerintah atau kekuatan politik lokal dapat memperlambat perubahan yang dibutuhkan.