Hindari Ancaman Predator Anak di Tasikmalaya, Psikolog Sarankan Ini Untuk Para Orang Tua

Psikolog tasikmalaya rikha surtika dewi, kasus predator anak tasikmalaya,
Psikolog Sekaligus Dosen di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Rikha Surtika Dewi SPsi MPsi
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Ancaman predator anak bisa menimpa siapa saja dengan pelaku yang tidak diperkirakan. Hal ini perlu jadi kewaspadaan untuk para orang tua.

Munculnya kasus-kasus rudapaksa terhadap anak di bawah umur seyogyanya jadi pembelajaran untuk para orang tua. Bukan hanya melindungi anak secara langsung, namun juga mendidik mereka agar tidak mudah terperdaya.

Psikolog sekaligus dosen Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya Rika Surtika Dewi menerangkan bahwa kasus rudapaksa terhadap anak bukan semata karena kelainan orientasi seksual atau pedofil. Namun bisa jadi karena anak dijadikan sasaran karena relatif tidak mampu melawan.

Baca Juga:Situasi Lalu Lintas Jalan Yudanegara Kota Tasikmalaya Bakal Terdampak, Jika Polemik Lahan Tidak SelesaiPemkot Serobot Lahan? Jalan Yudanegara Kota Tasikmalaya Ditandai Milik Pribadi

“Kalau baru sekali sepertinya belum bisa diindikasikan punya kelainan orientasi seksual, masih ada kemungkinan kalau pelaku memang melihat peluang saja karena tidak berani kepada orang dewasa,” ungkapnya kepada Radar, (21/1/2025).

Beda halnya jika pelaku secara berulang kali melakukan hal itu dengan korban yang berbeda. Menurutnya itu baru bisa diindikasikan sebagai kelainan orientasi atau pedofil.

Kendati demikian, yang menjadi persoalan bukanlah pedofil atau bukan. Namun para orang tua perlu menjaga anaknya dari ancaman pelaku kejahatan seksual. “Mau itu pedofil atau bukan, tetap itu jadi ancaman,” katanya.

Secara umum, pencegahan itu bisa dilakukan memang dengan mengawasi penuh anak. Namun pada kenyataannya, orang tua tidak bisa memantau aktivitas anak-anak mereka 24 jam sehari. “Untuk itu anak perlu dididik mentalnya supaya punya pertahanan,” ucapnya.

Menurutnya anak yang rawan menjadi korban adalah mereka yang secara wawasan sangat minim. Di tambah punya karakter mudah mengalah atau tidak punya keberanian untuk menolak. “Jadi ketika dihadapkan dengan pelaku mereka cenderung bingung, mau melawan takut salah,” katanya.

Karakter ini perlu didik sejak dini dari mulai hal-hal kecil. Supaya anak punya kemampuan asertivitas, baik itu menolak hal tidak baik atau mempertahankan apa yang menjadi haknya. “Misal ketika anak rebutan mainan, tidak perlu dipaksa mengalah,” ucapnya.

Kendati demikian, tentunya pendidikan ini harus dibarengi pembelajaran soal batasan-batasan. Di mana anak bisa membedakan mana yang memang boleh ditolak atau dilawan, dan mana harus dituruti. “Tetap diajarkan batasan-batasannya,” imbuhnya.(rangga jatnika)

0 Komentar