“Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kerugian itu sifatnya sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pendekatan kita terhadap isu ini harus sesuai dengan cara pandang yang diakomodasi undang-undang tersebut,” tutupnya.
Randi mengajak semua pihak, baik pemerintah, organisasi masyarakat, akademisi, maupun lembaga hukum, untuk berkolaborasi secara lebih nyata dalam menangani isu pencemaran lingkungan. “Masalah ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi untuk memastikan hak masyarakat terlindungi dan lingkungan tetap lestari,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Warga Sinargalih Kelurahan Tamansari Kecamatan Tamansari pernah menerima uang ganti rugi dari Dinas Lingikungan Hidup Kota Tasikmalaya saat pertamakali pencemaran terjadi. Saat itu banyak ikan warga mati akibat pencemaran yang diduga disebabkan limbah dari TPA Ciangir dan pabrik daur ulang plastik.
Baca Juga:Inilah Khasiat Daun Kelor yang Membuatnya Sangat Mahal di Eropa, Hanya Orang Kaya Mampu BeliMomen Penuh Keakraban, Perayaan 5 Tahun Honda ADV Club Karawang yang Tak Terlupakan
DLH pun memberi ganti rugi atau kompensasi sebesar Rp 22.000 per kilogram. Informasi yang dihimpun Radar, uang yang diterima warga seharusnya tidak sejumlah itu. Namun diduga ada pihak luar yang “bermain di air keruh” dan memanfaatkannya untuk “memalak” warga.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyebut uang ganti rugi yang diberikan senilai Rp22.000 per kilogram ikan itu adalah angka yang telah mengalami potongan oleh pihak tertentu. Dalih pemotongan lantaran orang yang mengaku sebagai anggota LSM tersebut telah memfasilitasi warga untuk mediasi dengan DLH. Namun warga tak tahu persis asal muasal serta nama LSM yang dibawa orang itu. (Ayu Sabrina)