TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pasca munculnya kasus di Rumah Tahfidz Daarul Ilmi, MUI Kota Tasikmalaya mengeluarkan surat pernyataan sikap dan ajakan. Salah satunya instruksi untuk MUI di setiap kecamatan dan kelurahan.
Surat dengan nomor P-118/DP-K/XII-23/U/I/2025 yang dikeluarkan pada 13 Januari 2025 itu berisi 7 poin yang disampaikan. Pertama yakni mengecam perilaku asusila yang dilakukan AR selaku Pimpinan Darul Ilmi Cendikia.
Kedua, Mendesak aparat penegak hukum agar memproses kasus tersebut sesuai aturan berlaku. Ketiga, Menginstruksikan kepada MUI kecamatan dan kelurahan untuk melakukan pemantauan terhadap lembaga pendidikan islam di wilayah masing-masing.
Baca Juga:Guru Madrasah Desak Pembentukan Dewan Pendidikan di Kota TasikmalayaPimpinan Pesantren di Tasikmalaya Dilaporkan ke Polisi, Sudah “Menggarap” Tidak Mau Tanggung Jawab
Poin keempat, mengajak masyarakat memilih lembaga pendidikan yang legal dan tercatat di kemenag. Kelima, mengajak kepada penyelenggara pendidikan yang belum berizin agar memprosesnya ke lembaga pembina yakni Kemenag.
Keenam, mengajak Pemkot Tasikmalaya dan seluruh lembaga sampai pengusaha untuk melaksanakan Perda nomor 7 tahun 2014 atau Perda Tata Nilai. Ketujuh, mengajak kepada masyarakat melaksanakan Perda Tata Nilai dalam konteks memberantas penyakit masyarakat serta maksiat dari mulai Miras, Napza, Judi online, prostitusi, LGBT, geng motor dan sejenisnya.
Ketua MUI Kota Tasikmalaya KH Muhammad Aminudin menerangkan bahwa pernyataan sikap dan ajakan tersebut memang berkaitan dengan adanya kasus AR. Namun hal itu berlaku umum ketika memang ada kasus serupa. “Siapa pun yang melakukan perbuatan seperti itu, harus diproses secara hukum,” ucapnya.
Bisikan setan, kata KH Aminudin, pada dasarnya berlaku untuk setiap manusia. Dari mulai masyarakat biasa, pejabat, aparat termasuk tokoh agama. “Karena hukum berlaku untuk siapa saja,” katanya.
Sedikit banyak kasus tersebut berdampak pada citra dunia pendidikan keagamaan termasuk pondok pesantren. Meskipun Daarul Ilmi bukanlah lembaga pendidikan yang terdaftar atau berizin. “Untuk itu kami mengajak masyarakat untuk memilih lembaga pendidikan yang memang jelas perizinannya dan tercatat di Kemenag,” katanya.
Kasus AR pun menjadi bahan evaluasi bagi dunia pendidikan keagamaan. Maka dari itu pihaknya menguatkan pemantauan lembaga pendidikan islam kepada para pengurus di wilayah kecamatan dan kelurahan. “Karena bisa jadi masih ada lembaga-lembaga yang tidak memiliki izin,” imbuhnya.(rangga jatnika)