TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Memasuki tahun kedua sejak diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tasikmalaya Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai, pelaporan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) oleh pelaku usaha belum juga sepenuhnya berjalan.
Perda tersebut mengatur deteksi jumlah produksi mikroplastik melalui sistem pelaporan dan evaluasi terkait penggunaan bahan yang sulit terurai.
Dalam Pasal 14 ayat (1) Perda tersebut, pelaku usaha diwajibkan melaporkan penggunaan PSP. Laporan ini harus disampaikan secara berkala setiap enam bulan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagaimana dijelaskan dalam ayat (2).
Baca Juga:Inilah Khasiat Daun Kelor yang Membuatnya Sangat Mahal di Eropa, Hanya Orang Kaya Mampu BeliMomen Penuh Keakraban, Perayaan 5 Tahun Honda ADV Club Karawang yang Tak Terlupakan
Namun hingga kini, DLH Kota Tasikmalaya belum memiliki data pelaporan dari pelaku usaha.
“Belum. Kami masih tahap sosialisasi. Sudah mulai pada supermarket untuk tidak menggratiskan penggunaan kantong plastik,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLH Kota Tasikmalaya, Feri Arif Maulana, kepada Radar, Jumat 17 Januari 2025.
Regulasi tersebut menargetkan pembatasan penggunaan PSP seperti sedotan plastik, wadah makanan dari plastik (foam), dan kantong plastik sekali pakai.
Pembatasan mencakup volume, berat, distribusi, hingga penggunaan. Selain itu, pelaku usaha diperbolehkan membebankan biaya tambahan untuk penggunaan plastik sekali pakai, sebagaimana diatur dalam Pasal 11, yang menyebutkan bahwa PSP tidak boleh disediakan secara gratis.
Aturan ini juga menetapkan kawasan pembatasan PSP, meliputi kantor pemerintah daerah, badan usaha milik negara/daerah, perusahaan swasta, instansi vertikal, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, toko swalayan, pasar rakyat, restoran, hotel, kafe, dan sarana-prasarana publik.
Menurut Dosen Politik Lingkungan Universitas Siliwangi, Randi Muchariman, implementasi kebijakan harus dimulai dari pemerintah daerah sendiri.
“Sebenarnya dimulai dari pemerintah. Misalkan, pemerintah pakai gelas atau botol kemasan? Kalau masih pakai botol air mineral berarti belum dilaksanakan kebijakan itu,” ungkapnya.
Baca Juga:Cegah Perkampungan Sepi Seperti di Jepang dan Korsel, Pemerintah Dorong Warga Hidupkan DesaMAN 1 Tasikmalaya Gelar Seleksi KSM dan OSN untuk Cetak Siswa Berprestasi
Randi menambahkan bahwa pembuat kebijakan seharusnya menjadi contoh dalam penerapan aturan untuk menunjukkan kekuatan regulasi.
Ia juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan, baik dari segi pembinaan maupun pengawasan.
“Ya lagi-lagi, harus dievaluasi sejauh mana penerapan kebijakan tersebut. Baik pembinaan atau pengawasannya harus jelas,” tandasnya. (Ayu Sabrina)