TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Para guru di SDN Ciangir yang berlokasi dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, mengusulkan pembangunan benteng pembatas guna mengurangi dampak negatif dari keberadaan TPA tersebut.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan kesehatan siswa serta guru yang sehari-hari terdampak oleh aktivitas pengelolaan sampah.
Yayan Nusyana, guru pendidikan jasmani di SDN Ciangir, mengungkapkan bahwa lingkungan sekolah sering terganggu oleh bau menyengat dan risiko pencemaran dari kolam leachate yang berada di belakang sekolah. Potensi dampak kesehatan menjadi perhatian utama para guru.
Baca Juga:Peneliti BRIN Sebut Kebakaran Los Angeles Bisa Terjadi di Indonesia, Ada Kesamaan Faktor IniSoal Jam Kerja serta Gaji PPPK Paruh Waktu, Perhatikan Diktum ke-14 KepmenPANRB Nomor 16 Tahun 2025 Ini
“Benteng pembatas ini penting, tidak hanya untuk memisahkan lingkungan sekolah dengan TPA, tetapi juga untuk mengurangi risiko yang mungkin ditimbulkan dari kolam leachate. Ini demi kenyamanan dan kesehatan siswa saat belajar,” ujarnya.
Selain bau yang mengganggu, Yayan menyoroti kekhawatiran akan limbah cair yang merembes ke lingkungan sekitar, yang dapat mengancam kualitas lingkungan sekolah.
Ia menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah daerah dan pihak terkait untuk merealisasikan pembangunan benteng tersebut.
“Kami memahami bahwa TPA memiliki fungsi penting bagi kota, tetapi keberadaannya yang dekat dengan sekolah seharusnya disertai dengan langkah mitigasi untuk melindungi lingkungan belajar. Kami harap pemerintah segera mengambil tindakan,” tambahnya.
Inisiatif pembangunan benteng pembatas ini mendapat dukungan dari tokoh masyarakat setempat, yang juga merasakan dampak negatif TPA.
Warga menilai langkah tersebut sebagai solusi konkret untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi siswa SDN Ciangir serta masyarakat di sekitarnya.
Sebagai dasar hukum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan mengatur bahwa lokasi TPA harus mempertimbangkan jarak yang aman dari kawasan permukiman, sekolah, atau fasilitas publik lainnya, meski tanpa menetapkan angka spesifik.
Baca Juga:Alhamdulillah! Menteri PAN-RB Terbitkan Edaran Baru Lagi untuk Tuntaskan Tenaga Non-ASN yang Belum TerakomodirCara Mengubah Sepeda Motor Bensin Menjadi Berbahan Bakar Gas
Secara praktik, jarak 500 meter biasanya dianggap minimum yang aman dari TPA ke permukiman atau sekolah.
Jika jarak aman tersebut tidak terpenuhi, mitigasi seperti pembangunan benteng pembatas, pengelolaan kolam leachate yang memadai, dan penghijauan menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan dan keselamatan siswa.