TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Selama bertahun-tahun, pelajar di SDN Ciangir, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, harus belajar dalam kondisi mengkhawatirkan akibat dampak pencemaran dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Ciangir. Sekolah ini berjarak sekitar 300 meter dari kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) TPA tersebut dan bersebelahan pula dengan Puskesmas Pembantu Ciangir.
Lokasi yang dekat dengan pusat pencemaran membuat kualitas udara di sekitar sekolah buruk. Menurut Yayan, guru pendidikan jasmani di SDN Ciangir, bau menyengat dari TPA secara langsung memengaruhi kesehatan para siswa.
“Napas anak-anak lebih pendek dan mereka cepat lelah. Sebagai guru olahraga, saya bisa melihat perbedaan kondisi pernapasan yang baik dan yang kurang. Anak-anak di sini tidak kuat berlari. Bau sampah dan aroma kimia bisa tercium setahun sekali, bahkan lebih,” ungkap Yayan.
Baca Juga:Cara Mengubah Sepeda Motor Bensin Menjadi Berbahan Bakar GasAkhirnya Sekarang Jadi Paham, Begini Cara Menghitung Pajak Progresif Mobil dan Motor
Ketika bau sampah terlalu menyengat, Yayan terpaksa memindahkan kegiatan olahraga ke dalam kelas untuk menghindari sesak napas akibat menghirup udara tercemar. “Saat keadaan memburuk, seperti ketika leachate bocor, lalat memenuhi kelas dan mengganggu pelajaran. Kondisinya sangat tidak nyaman,” tambahnya.
Ironisnya, meski berada tepat di depan kolam IPAL, sekolah tersebut tidak pernah menerima sosialisasi mengenai bahaya pencemaran udara atau edukasi kesehatan dari Dinas Lingkungan Hidup maupun Dinas Kesehatan.
“Belum ada edukasi apa pun. Gaya hidup anak-anak di sini sudah menyesuaikan. Mereka jarang bertanya kenapa hanya sekolah mereka yang selalu bau sampah. Kadang kami menutup hidung dengan tangan, kerudung, atau seragam,” jelas Yayan.
Keluhan gatal-gatal juga sering dialami siswa, meski mereka tetap hadir ke sekolah. Namun, gangguan pada pernapasan adalah dampak yang paling nyata dan mengkhawatirkan.
Selain para siswa, warga sekitar juga merasakan dampak pencemaran, termasuk air sumur dan Sungai Cipajaran yang terkontaminasi. Wawan, salah satu warga, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kesehatan anak-anak. “Kami mungkin sudah terbiasa dengan rasa gatal. Yang kami takutkan adalah dampaknya pada anak-anak. Bagaimana masa depan mereka jika kondisi ini terus berlanjut?” ujar Wawan.
Sebelumnya, Kepala UPTD Puskesmas Sangkali, Isep Deni Herdiana Skep MMRS, menyebutkan berbagai potensi penyakit yang dapat menyerang warga akibat pengelolaan sampah yang buruk. “Penanganan sampah yang kurang baik dapat memicu masalah kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit, dan lain sebagainya,” jelas Isep.