TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pengurus GP Ansor angkat bicara mengenai kasus dugaan rudapaksa pimpinan Rumah Tahfidz Daarul Ilmi terhadap santriwatinya. Hal ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan Kemenag terhadap aktivitas lembaga tersebut.
Kasus rudapaksa yang menjerat pimpinan Rumah Tahfidz Daarul Ilmi terus menjadi sorotan publik. Bukan hanya untuk proses hukum ya, namun juga peranan Kemenag yang dinilai tidak optimal dan perlu dievaluasi.
Hal itu diungkapkan Wakil Sekretaris GP Ansor Jawa Barat Opik Taufikul Haq yang menilai bahwa ada kelalaian dari kinerja Kepala Kemenag. Di mana Rumah Tahfidz Daarul Ilmi seolah dibiarkan beraktivitas padahal jelas tidak mengantongi izin.
Baca Juga:Kasus Pimpinan Daarul Ilmi Rudapaksa Santriwati, Ulama Tasikmalaya Ini Minta Proses Hukum Sampai TuntasAda Kasus Rudapaksa, Kemenag Sebut Rumah Tahfidz Daarul Ilmi Tasikmalaya Lembaga Ilegal
“Copot dan Ganti Kepala Kemenag Kota Tasikmalaya yang tidak melakukan pendataan, pembinaan dan pengawasan terhadap rumah tahfidz atau ponpes Daarul Ilmi yang tidak memiliki izin,” ungkapnya, Sabtu (12/1/2025).
Pasalnya perkara ini tidak lepas dari dampak kelalaian Kemenag Kota Tasikmalaya dalam membina lembaga pendidikan keagamaan. Lebih jauhnya, tidak menutup kemungkinan akan menurunkan kepercayaan dari publik terhadap lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang lain. “Seharusnya kalau pengawasan dilakukan dengan baik, kasus seperti ini bisa dicegah,” katanya.
Di sisi lain, pihaknya mengapresiasi langkah dari Sat Reskrim Polres Tasikmalaya Kita yang tidak pandang bulu dalam melaksanakan proses hukum. Karena tidak bisa dipungkiri, pimpinan Daarul Ilmi merupakan salah satu aktivis keagamaan. “Apresiasi untuk kepolisian yang sudah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan kepadanya,” terangnya.
Sebelumnya, Kasi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (Pakis) Kemenag Kota Tasikmalaya H Danial Abdul Kholik mengakui bahwa bahwa Daarul Ilmi tidak tercatat sebagai Rumah Tahfidz Quran (RTQ) atau pun Pondok Pesantren yang memiliki izin. “Tidak ada izin, baik sebagai pondok pesantren atau pun rumah tahfidz,” ujarnya kepada, Jumat (10/1/2025).
Lembaga pendidikan keagamaan tersebut sempat mengajukan perizinan, hanya saja tidak bisa memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Salah satu persoalannya, keberadaan Daarul Ilmi tidak bisa diterima warga sekitar bahkan mengusir keberadaannya. “Awalnya kan tidak di situ, tapi pindah karena tidak dikehendaki warga,” tuturnya.