Aktivis Mahasiswa Tasikmalaya Khawatir dengan Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap Ekonomi dan Daya Beli

kenaikan ppn
Aktivis mahasiswa Tasikmalaya, Teni Ramdhani, saat melakukan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. (Istimewa for Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025 menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan masyarakat, terutama terkait dampak negatifnya terhadap perekonomian.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara, namun berbagai pihak menilai bahwa risiko yang ditimbulkan tidak dapat diabaikan.

Aktivis mahasiswa Tasikmalaya, Teni Ramdhani, menyoroti pentingnya memastikan setiap kebijakan fiskal diterapkan secara adil dan mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat, terutama kelompok rentan.

Baca Juga:Strategi Regenerasi Petani di Kabupaten Tasikmalaya Melalui Pengembangan SDM PertanianSudah Masuk Antrean Kemendagri, 9 Kecamatan Diusulkan Masuk DOB Tasikmalaya Utara

Ia menyatakan bahwa meskipun peningkatan PPN bertujuan mendukung pembangunan nasional, kebijakan ini dapat memperburuk daya beli masyarakat.

Dalam situasi pascapandemi, ketika banyak orang masih berjuang memulihkan kondisi ekonomi, kenaikan pajak dinilai berpotensi memperlebar kesenjangan sosial.

Teni juga mengingatkan bahwa kenaikan PPN ini berisiko menambah tekanan ekonomi pada kelompok masyarakat menengah-bawah.

Harga barang kebutuhan pokok, seperti sabun mandi dan bahan bakar minyak (BBM), diperkirakan akan meningkat, sehingga biaya hidup masyarakat akan naik signifikan.

Kondisi ini diyakini dapat memperburuk laju konsumsi domestik, yang selama ini menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Penolakan terhadap kenaikan PPN tidak hanya datang dari kalangan aktivis mahasiswa.

Banyak pihak menilai kebijakan ini sebagai langkah yang kurang peka terhadap situasi ekonomi saat ini.

Baca Juga:Terkait Penangkapan di Tasikmalaya, Rumah Terduga Teroris di Sukabumi Digeledah, 4 Warga Majalengka DitangkapLama Tak Punya Sertifikat, Puluhan Warga Desa Dawagung Tasikmalaya Akhirnya Dapat Legalitas Kepemilikan Tanah

”Dengan menaikkan PPN jadi 12%, pemerintah seakan akan buta dengan situasi dan kondisi ekonomi yang sedang tidak baik baik saja. PPN 11% saja sudah sangat berat, apalagi ini 12%,” terang Teni kepada Radartasik.id, Senin, 30 Desember 2024.

Teni menambahkan bahwa kenaikan pajak ini juga dapat memicu inflasi dan meningkatkan risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang pada akhirnya memperburuk angka pengangguran.

Untuk mengurangi dampak negatif kebijakan ini, Teni mengajukan beberapa rekomendasi kepada pemerintah.

Ia menyarankan agar pemerintah: Pertama, mengkaji ulang kebijakan kenaikan PPN dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat kecil.

Kedua, memperkuat sistem pajak progresif dengan memaksimalkan penerimaan dari pajak kekayaan dan korporasi besar.

Ketiga, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak agar masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dari kontribusi mereka.

Keempat, memprioritaskan subsidi atau kompensasi bagi kelompok rentan sebagai langkah mitigasi dari dampak kenaikan PPN.

0 Komentar