TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Usaha endorse atau promosi melalui pengguna media sosial layaknya menjadi ruang usaha yang abu-abu. Meskipun bisa jadi potensi pajak, tidak akan mudah mengatur regulasinya.
Aktivitas usaha jasa endorse tidak dipungkiri terjadi di era digital di mana hampir seluruh masyarakat menggunakan media sosial. Bidang usaha itu pun tidak dipungkiri bisa menjadi potensi pendapatan pemerintah melalui pajak.
Kendati demikian, ruang bisnis digital relatif abu-abu tanpa standar spesifikasi atau pun regulasi. Sehingga, tidak akan mudah membuat aturan mengenai pajak dari aktivitas jasa usaha tersebut.
Baca Juga:Bisnis Endorse Media Sosial Jadi Peluang Pajak dan PAD Kota TasikmalayaRetribusi UPTD Dadaha Tasikmalaya Tercapai, Lapangan Voli Minim Peminat dan Pemasukan
Koordinator Tasik Creative Innovation Commiitte (TCIC) Roni Fitra mengakui bahwa aktivitas endorse memang ada, termasuk di Kota Tasikmalaya. Hal itu menjadi salah satu potensi ekonomi kreatif dengan berbasis media sosial. “Memang di Kota Tasik ada pengguna-pengguna media sosial yang menyediakan jasa endorse,” ucapnya.
Kendati demikian, untuk urusan pemberlakuan pajak, menurutnya bukan hal mudah untuk diterapkan. Pertama dalam hal legalitas di mana pengguna medsos yang melakukan endorse bergerak secara personal. “Jadi bukan perusahaan yang punya legalitas periklanan,” ucapnya.
Selain itu, jasa endorse tidak memiliki spesifikasi harga yang jelas. Ada yang diberikan produk sebagai tanda terima kasih, ada juga yang memang dibayar menggunakan rupiah. “Jadi tidak ada spesifikasi khusus,” ucapnya.
Selain itu, pola endorse juga tidak serupa dengan iklan display yang jelas bisa dikategorikan komersial. Karena ada juga yang menggunakan pola review atau mengulas produk tertentu. “Kalau review kan belum tentu endorse juga, jadi akan sulit membedakan mana yang berbayar dan mana yang tidak,” ucapnya.
Pihaknya tidak masalah ketika pemerintah memberlakukan pajak untuk jasa periklanan dengan metode endorse. Namun dari pandangan dia, akan sangat sulit membuat regulasi sebagai payung hukumnya. “Jangankan untuk tingkat lokal, yang tingkat nasional juga masih abu-abu,” tuturnya.(rangga jatnika)