TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Proses hukum untuk kasus politik uang di Pilkada Kota Tasikmalaya tampaknya hanya sebatas harapan. Dari 7 kasus yang diproses, semuanya harus gugur karena tidak bisa dibuktikan.
Sejak proses pencalonan sampai pemungutan suara, Bawaslu Kota Tasikmalaya memproses 14 perkara dugaan pelanggaran. 7 diantaranya merupakan kasus dugaan money politic atau politik uang.
Kendati demikian, ketujuh perkara tersebut tidak bisa berlanjut ke penyidikan di kepolisian. Pasalnya penanganan di penegak hukum terpadu (Gakumdu) tidak bisa menemukan bukti yang menguatkan.
Baca Juga:Pohon di Taman Kota Tasikmalaya Tumbang, Menutup Akses JalanRencana Pengelolaan Parkir di Kota Tasikmalaya oleh Pihak Ketiga Harus Dikaji Matang
Anggota Bawaslu Kota Tasikmalaya Rida Pahlevi mengatakan 7 perkara politik uang tersebut sudah teregistrasi dan memenuhi formil dan materil. Namun setelah masuk penanganan Gakumdu, pihaknya kesulitan dalam hal pembuktian. “Dihentikan pada pembahasan kedua bersama sentra Gakumdu,” ungkapnya.
Dari perkara-perkara tersebut, proses transaksi pemberian uang memang ada. Namun tidak bisa dibuktikan sebagai money politic karena tidak ada bukti arahan untuk memilih. “Ada yang karena memang pemberinya biasa memberikan sedekah, tidak ada ajakan memilih paslon tertentu,” ucapnya.
Ada juga saksi yang enggan untuk memberikan keterangan atas temuan atau laporan yang masuk. Bahkan mereka melawan karena tidak ingin memberikan kesaksian atas perkara yang ditangani Gakumdu. “Karena dipanggil tidak datang kita sampai mendatangi saksi, tapi kita malah mendapat penolakan,” ucapnya.
Padahal, dari 4 perkara yang diproses Bawaslu sudah mengantongi bukti uang dengan total Rp 400 ribu. Namun karena tidak terbukti sebagai politik uang, barang bukti tersebut akan diserahkan kembali kepada pemiliknya. “Satu Rp 200 ribu dan dua Rp 100 ribu,” katanya.
Ahmad Sidiq selaku jaksa yang tergabung dalam tim Gakumdu menerangkan bahwa penanganan perkara dalam Pilkada memang tidak mudah. Karena tidak seperti tindak pidana umum dengan batasan-batasan wewenang. “Misal ketika saksi tidak mau memberikan keterangan kita tidak bisa apa-apa, karena tidak bisa ada upaya paksa,” ujarnya.
Selain itu, waktu penanganannya pun sangat terbatas yakni 5 sampai 7 hari. Sehingga ketika ketika lewat dari durasi waktu itu, pihaknya sudah tidak punya lagi kewenangan untuk melangkah. “Jadi gugur demi hukum, kalau kita dalami terus malah jadi menyalahi prosedur,” imbuhnya.(rangga jatnika)