Dirinya menyampaikan sudah dua kali melakukan inspeksi terhadap pabrik terduga penyebab pencemaran, namun laporan tersebut belum disampaikan kepada Satpol PP maupun Pj Wali Kota Tasikmalaya.
“Karena perizinan berbasis risikonya ada kewenangan di provinsi. Kami berhati-hati dan berkali-kali melakukan koordinasi. Takutnya melebihi kewenangan,” kata Deni.
Di sisi lain, Dinas Kesehatan juga belum bertindak setelah adanya pengakuan warga yang merasakan gatal-gatal. Kepala Dinas Kesehatan, dr Uus Supangat sempat mengaku belum berkoordinasi dengan Dinas LH mengenai dampak pencemaran, sehingga belum dapat merancang program penanganan kesehatan warga secara menyeluruh.
Baca Juga:UMK Kota Tasikmalaya Resmi Naik, Apindo Minta Kebijakan Pro PengusahaPemkot Tasikmalaya Rencanakan Pengelolaan Parkir Badan Jalan oleh Pihak Ketiga
“Kita harus pastikan dulu penyakitnya, apakah memang penyebabnya causa primer-nya itu adalah memang karena dampak adanya pencemaran pada aliran sungai, ini tentu harus pastikan dulu. Tidak bisa gegabah. Kalau penyakitnya itu memang sudah menjadi ranah kita. Khusus di daerah sungainya, perlu kita berkoordinasi dengan OPD lain,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUTR, Hendra Budiman menyampaikan kontribusinya pada forum tata ruang menyatakan izin pada pabrik daur ulang plastik di zona hijau itu bisa diproses. Meskipun sudah selama tiga tahun lebih beroperasi tanpa mengantongi izin.
“Berdasarkan Pasal 61 PP Nomor 5 Tahun 2021 pabrik itu masuk industri kecil. Dan di Perda RTRW termasuk dalam zona pemukiman. Sehingga izinnya bisa diproses,” jelas Hendra. (K177/ayu sabrina)