Pencemaran Bikin Warga Tamansari Trauma Budidaya Ikan, Takut Mati Lagi, Buang-Buang Tenaga dan Biaya

kolam ikan warga tercemar
Warga menunjukkan kolam mereka yang airnya diduga tercemar dan menyebabkan ikan-ikannya mati pada bulan Oktober lalu.(Ayu Sabrina/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Warga Kampung Sinargalih, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya memutuskan mengosongkan kolam-kolam ikan mereka setelah kejadian satu setengah bulan lalu. Pada bulan Oktober ikan di kolam mereka mati mendadak. Penyebabnya diduga akibat pencemaran pada sumber air Sungai Cipajaran yang biasa digunakan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan dan juga keperluan mandi, cuci, serta kakus (MCK) warga.

Menurut Wawan, warga setempat, sumber pencemaran diduga berasal dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) TPA Ciangir dan limbah pabrik daur ulang plastik, yang mengalir ke sungai utama kampung tersebut.

“Kolam teh atos dikosongkeun bilih kukumaha. Bilih kajantenan deui. Masih trauma. Lebar parab, tenaga ngurusna (kolam ikan sudah dikosongkan takut terjadi apa-apa. Khwatir kejadian lagi. Masih trauma. Sayang tenaga buat ngurusnya, red),” ucapnya saat ditemui di lokasi.

Baca Juga:Anggota DPRD Kota Tasik Ini Sebut Kebijakan Kenaikan Gaji Guru Dinilai Masih Kurang Fair!7 Aplikasi Berbasis AI yang Cocok untuk Edit Video dengan Cepat dan Mudah

Peristiwa pencemaran bulan Oktober lalu, kata dia, membuat warga enggan kembali menernak ikan di kolam mereka. Trauma kehilangan hasil panen dan ketidakpastian akan kualitas air membuat mereka memilih mengosongkan kolam. “Daripada rugi lagi, lebih baik kolam ini dibiarkan kosong dulu sampai ada solusi nyata dari pemerintah,” katanya.

Ia menyinggung soal ganti rugi yang diberikan Pemerintah Kota Tasikmalaya, tidaklah menjawab persoalan. Sebab bayaran atas ikan-ikan yang mati pada 103 kolam itu, hanya menyelesaikan masalah jangka pendek.

“Pami nyebatkeun teu aya nu peduli mah asa teu mantes. Padahalmah warga teh henteu hoyong ganti rugi anu sakedap. Hoyongmah kumaha carana ieu teh henteu kajantenan deui (kalau bilang tidak ada yang peduli rasanya tidak pantas. Padahal warga tidak ingin ganti rugi yang sifatnya sementara. Maunya bagaimana caranya agar ini tidak kejadian lagi, red),” paparnya.

Bagi warga, kolam yang hanya tergenang air hujan dan rumput air liar itu adalah simbol kehilangan dan ketidakpastian. “Kami ingin harapan itu kembali,” tutup Wawan.

Sebelumnya, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Ciangir sebelumnya sempat melihat ke lokasi pada Oktober lalu, saat kabar pencemaran pertama kali dilaporkan. Namun hingga kini investigasi belum dilakukan dan memberikan solusi pada warga. Sementara itu, warga berharap ada langkah konkret untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. “Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai limbah industri terus mencemari lingkungan kami,” ujar Umar, warga lainnya.

0 Komentar