Ia masih menanti komitmen pemerintah untuk membongkar penyebab pencemaran hingga mencegahnya terulang kembali, dan merugikan warga lagi. “Ke bakal na teh tahun payun kitu deui. Rutin we tiap tahun. Kahoyongmah segera tuntas,” ujarnya.
Salah satu program yang belum tuntas adalah upaya pemulihan lingkungan di area terdampak. Limbah cair yang mencemari sungai setempat hingga kini belum sepenuhnya diatasi. Kepala DLH mengakui bahwa proses ini membutuhkan waktu karena harus melibatkan beberapa pihak, termasuk perusahaan yang bertanggung jawab atas pencemaran.
Sikap DLH ini terus diawasi oleh aktivis mahasiswa dan masyarakat. Mereka mendesak DLH untuk lebih transparan dalam pelaksanaan program penggantian kerugian dan pemulihan lingkungan.
Baca Juga:7 Aplikasi Berbasis AI yang Cocok untuk Edit Video dengan Cepat dan MudahUBK Tasikmalaya Edukasi Remaja tentang Pencegahan Kanker Serviks
“Kami akan terus memantau langkah DLH dan memastikan perusahaan yang mencemari lingkungan bertanggung jawab sepenuhnya. Ini adalah hal yang sangat serius akan dampak kesahatan dikalangan masyarakan sekitar, kalimat kompensasi jangan dijadikan bahan iming-iming belaka kepada masyarakat dan lingkungan,” kata Aktivis HMI Cabang Tasikmalaya, Erick Rozabi.
Hal senada juga dikatakan oleh Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Siliwangi, Muhamad Riza Noorzaman.
Baginya, kerugian yang warga alami tidak hanya terkait dengan ikan mati, tetapi juga penurunan kualitas air dan ekosistem di sekitar kolam.
“Maka diperlukan perhatian terhadap ekosistem perairan sekitar yang dikhawatirkan ikut turunnya kualitas hidup masyarakat di sana. Jikapun Puskesmas dapat membantu mengobati penyakit akibat pencemaran, jika polusi terus ada, ditakutkan masalah kesehatan akan terus berulang. Selain itu, belum terwujudnya penyediaan biogas gratis, ketidaksiapan ini menjadi catatan perlunya peningkatan perencanaan dan pengelolaan yang lebih matang, jika memang memandang isu ini sebagai prioritas,” jelas Riza. (Ayu Sabrina)