TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyatakan telah melakukan penggantian kerugian terhadap warga yang terdampak pencemaran lingkungan di Kelurahan Mugarsari dan Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari. Meski demikian, DLH mengakui bahwa masih ada beberapa hal yang belum sepenuhnya diselesaikan.
Kepala Dinas LH Kota Tasikmalaya, Deni Diyana, menjelaskan bahwa langkah penggantian kerugian yang telah dilakukan meliputi pemberian bantuan kesehatan, distribusi air bersih, serta pemberian kompensasi finansial untuk beberapa warga.
“Ganti rugi ke warga memang kalau kita mengacu kepada UU Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 11 Ayat 1 Poin D, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah. Kompensasi sekitar tempat pembuangan akhir sampah dapat diberikan dalam bentuk, pertama, relokasi. Kedua, pemulihan kualitas lingkungan. Ketiga, biaya kesehatan dan pengobatan. Keempat, dukungan terhadap kegiatan sosialisasi masyarakat. Kelima, penyaluran biogas gratis. Keenam, pembebasan biaya retribusi,” kata Deni menerangkan.
Baca Juga:7 Aplikasi Berbasis AI yang Cocok untuk Edit Video dengan Cepat dan MudahUBK Tasikmalaya Edukasi Remaja tentang Pencegahan Kanker Serviks
Dari keenam hal ini, ia menyebut beberapa memang sudah Pemkot berikan kepada warga sekitar. Namun ada hak-hak yang juga belum bisa direalisasikan oleh pihaknya.
“Misalnya untuk kesehatan dan pengobatan, sudah ada puskesmas di sana. Kegiatan sosial di masyarakat, dari LH. Penyebaran biogas gratis, nah ini yang belum bisa dilaksanakan karena itu ada mekanisme pengumpulan biogasnya dari gas metan, perlu teknologi lagi untuk bisa menekstrak menjadi gas yang bisa digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Selama ini kami tidak menarik retribusi sampah dari warga sekitar,” jelasnya.
Meski DLH menyatakan telah memberikan penggantian, beberapa warga merasa kompensasi tersebut belum mengatasi akar permasalahan. Umar, salah satu penduduk terdampak, menyatakan bahwa bantuan yang diterima belum cukup untuk mengatasi kerugian yang dialami lingkungan dan warga sekitar selama belasan tahun terakhir, saat airnya tercemar berulang kali.
“Per kilo 22 ribu, ngetang na mah kumaha nu gaduh balong pareatip aya nu 5 kilo aya nu 10 kilo aya nu 25 kilo per orangna (hitungan si gimana yang punya kolam ikan, variatif. Ada yang 5 kilo ada yang 10 kilo ada yang 25 kilo per orangnya, red),” kata Umar.