TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Langkah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya, yang melarutkan probiotik pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir, Kecamatan Tamansari, menuai kritik dari aktivis.
Salah satu aktivis mahasiswa Tasikmalaya, Agus Nurjaman, menilai bahwa penggunaan probiotik harus dilakukan dengan kajian mendalam terkait jenis dan dosisnya, agar benar-benar efektif dalam mengatasi masalah limbah. Menurut Agus, penerapan teknologi probiotik tidak bisa dilakukan secara serampangan.
“Probiotik memang dapat membantu mempercepat penguraian limbah organik, tetapi tidak semua jenis probiotik cocok untuk IPAL di TPA. Selain itu, dosis yang digunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik limbah di lokasi tersebut. Jika asal tabur, manfaatnya tidak akan maksimal dan justru bisa menjadi pemborosan anggaran,” tegasnya.
Baca Juga:7 Aplikasi Berbasis AI yang Cocok untuk Edit Video dengan Cepat dan MudahUBK Tasikmalaya Edukasi Remaja tentang Pencegahan Kanker Serviks
Aktivis HMI Cabang Tasikmalaya itu juga mengingatkan bahwa pendekatan seperti ini memerlukan analisis awal yang melibatkan ahli mikrobiologi dan lingkungan.
“Apakah DLH sudah melakukan uji coba atau hanya meniru metode serupa dari daerah lain? Situasi setiap TPA berbeda, dan pendekatan yang salah malah bisa menimbulkan masalah baru,” tambahnya.
Agus menerangkan penaburan probitoik tidak ada pengaruh terhadap BOD dan COD. Hal ini dijelaskan lewat sebuah jurnal yang dibacanya, di Jurnal Lingkungan dan Sumber Daya Alam Volume 7 nomor 1, April 2024. Adapun COD atau (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah parameter yang sering digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air oleh bahan organik.
COD dan BOD sering digunakan untuk menilai efektivitas pengolahan air limbah. Air limbah yang baik harus memiliki rasio COD/BOD rendah, menunjukkan bahan organik lebih mudah terurai secara biologis.
“Penaburan probiotik yang dilakukan Dinas LH apakah efisien untuk menurunkan pH dan TSS serta kadar COD dan BOD? Harus diukur apakah probiotik yang dituangkan 40 liter selama satu pekan itu, cukup atau tidak? Apakah probiotik itu dapat menurunkan senyawa BOD, COD, dengan kapasitas kolam resistensinya,” terang Agus.
Agus pun meminta DLH untuk lebih transparan terkait kajian ilmiah yang mendasari kebijakan ini. Ia juga mendesak agar langkah ini dievaluasi lebih lanjut untuk memastikan manfaat yang dihasilkan sebanding dengan sumber daya yang digunakan.