“Orang bebas membangun apapun tanpa hirau dengan regulasi. Padahal aturan itu untuk keamanan juga kan semua pihak. Tidak hanya mengejar dari sisi regulasi. Kenyamanan semua orang termasuk warga di situ (Tamansari),” tandasnya.
Termasuk potensi limbah dari TPA Ciangir yang juga diduga punya andil cemari air warga selama belasan tahun. Nandang mengatakan, dugaan terhadap keduanya mesti diperjelas agar penangananan bisa dilakukan dengan efektif.
Diduga Kejar Target
Nandang juga mengkritik tajam keputusan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) memberi peluang pabrik di atas zona hijau untuk memproses izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Langkah ini dinilai mengabaikan peraturan zonasi dan kepentingan lingkungan.
Baca Juga:UBK Tasikmalaya Edukasi Remaja tentang Pencegahan Kanker ServiksKerjasama DJPK dan LPPM Unsil, BUMDes Goes to Campus Dorong Kemajuan Ekonomi Desa
Menurut dia, keputusan ini menunjukkan indikasi bahwa Dinas PUTR lebih mementingkan mengejar target retribusi PBG, yang kini menjadi tanggung jawab mereka setelah dipindahkan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Kebijakan seperti ini berpotensi melemahkan penegakan hukum tata ruang. Jika zona hijau yang seharusnya dilindungi dapat diubah statusnya dengan alasan mengejar pendapatan, hal ini mencederai prinsip tata kelola yang baik,” ujarnya.
Nandang menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus dikaji ulang untuk memastikan bahwa kepentingan publik, lingkungan, dan aturan hukum tetap menjadi prioritas utama. Ia juga mendesak agar pihak terkait memberikan transparansi dalam proses pemberian izin serta menjelaskan dasar kebijakan yang diambil.
“Pemerintah daerah harus tegas menolak praktik yang berpotensi memberikan celah bagi kepentingan tertentu untuk merusak tata ruang dan lingkungan,” tambahnya.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan.
Nandang mengusulkan adanya evaluasi independen terhadap langkah Dinas PUTR untuk memastikan bahwa tidak ada konflik kepentingan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses ini.
“PUTR tidak serta merta mengizinkan apalagi dengan dalih UU Cipta Kerja, dan UU itu juga dipertanyakan ada revisi juga. Apalagi dengan dalih dikejar target PBG,” sebutnya.
Baca Juga:Surat Terbuka Nurhayati untuk Warga Kota Tasikmalaya Pasca Pelaksanaan Pilkada 2024, Baca Yuk!Nyoblos di TPS 10 Nagrog, Cawawalkot Tasikmalaya H Muslim Masih Optimis Masyarakat Ingin Pemimpin Perempuan
Kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam menyeimbangkan target pendapatan daerah dengan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.