Menunggu "Serangan Fajar" Pilkada 2024

serangan fajar Pilkada 2024
Foto ilustrasi: Fatkhur Rizqi/Radartasik.id
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Menjelang pelaksanaan Pilkada serentak yang hanya tinggal tiga hari lagi, potensi terjadinya praktik “serangan fajar” kembali menjadi perhatian utama.

Istilah yang mengacu pada praktik politik uang menjelang hari pemungutan suara itu, dianggap dapat mencederai asas demokrasi yang jujur dan adil.

Seperti yang dikatakan Mahasiswa Universitas Siliwangi, Muhamad Riza Noorzaman, “serangan fajar” bukan hanya masalah teknis, tetapi ancaman serius terhadap kualitas demokrasi dan masa depan tata kelola pemerintahan yang baik di Tasikmalaya.

Baca Juga:Relawan Adang-Gita Ikut Doa dan Istighosah Bersama Yakin di Stadion DadahaPejabat Dimutasi, Anggaran Ikut Pindah

Riza memberikan contoh, nominal uang Rp 50.000 hingga Rp 100.000 bukanlah angka yang kecil bagi masyarakat miskin. Dengan nominal tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, setidaknya untuk satu atau dua hari.

“Bagi masyarakat kecil, sangat mengharapkan sekali bantuan, entah berupa uang tunai, sembako seperti beras dan lainnya yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan begitu sedikitnya tergambarkan bagaimana susahnya masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya,” ungkapnya kepada Radar, Jumat 22 November 2024.

Bagi mahasiswa Ekonomi Pembangunan itu, masyarakat sebetulnya telah menyadari bahwa kegiatan-kegiatan seperti itu diprediksi akan terjadi.

“Itu adalah kesempatan yang sangat ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak? karena momen itu mereka bisa mendapatkan uang tunai, sembako, minimal mereka mendapat nasi bungkus tidak lupa dengan kalender serta stiker yang akan mereka pasang di pintu kayu rapuh rumah mereka,” paparnya.

Riza menjelaskan, dengan nominal Rp 100.000 yang hanya diberikan 1 hari saja, sedangkan mereka menjabat selama 5 tahun. Nominal tersebut tidaklah sepadan dengan suara yang mereka sumbangkan.

“Kita bisa menghitung bahwa dalam satu 1 tahun sama dengan 365 hari, 5 tahun sama dengan 1.825 hari. Uang 100.000 Rupiah di bagi dengan 1.825 hari atau 5 tahun itu kurang lebih 55 perak perhari. Uang dengan nomimal 55 perak perhari itu bisa beli apa? beras? minyak? Gas LPG?” Sebutnya.

“Bahkan jika kita berasumsi bahwa masyarakat sebagai perokok dengan uang 55 perak, masyarakat hanya dapat membeli satu batang rokok yang harganya 2.500 Rupiah pun memerlukan waktu 45 hari. Ya 45 hari untuk membeli satu batang rokok, apalagi 55 perak itu dikumpulkan setiap hari untuk membeli satu kilogram beras, perlu berapa bulan?” Lanjut Riza.

0 Komentar