TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Setelah sekitar 7 tahun digalakkan, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) masih belum menjadi budaya, termasuk di Kota Tasikmalaya. Kebiasaan merokok menjadi salah satu perilaku tidak sehat yang paling sulit diubah.
Hal ini dibahas dalam pertemuan koordinasi mitra dalam rangka mendukung pelaksanaan Germas Dinkes Kota Tasikmalaya di Aula RS Syifa Medina, Selasa (18/11/2024). Di mana dipaparkan ada ada 4 determinan yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat yakni genetik, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan.
Tim Kerja Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes Provinsi Jawa Barat Meigasari SKM menyampaikan bahwa lembaga kesehatan hanya fokus di pelayanan kesehatan. Namun langkah tersebut tidak akan optimal ketika perilaku masyarakat sendiri belum sehat. “Sebaik apapun pelayanan rumah sakit atau puskesmas, kalau perilaku dan lingkungannya belum sehat ya sulit,” ucapnya.
Baca Juga:Berharap Memiliki Rumah Layak, Lansia di Kota Tasikmalaya Tinggal Sendiri Hadapi Atap Bocor Hampir RobohSantri Siap Lawan Politik Uang di Pilkada Kota Tasikmalaya KH Achef: Kita Sadar, Sudah Lama Kita Tertipu!
Maka dari itu Germas digalakkan guna memperbaiki perilaku masyarakat agar lebih sehat. Gerakan yang mulai digagas sejak tahun 2017 sejauh ini sudah diketahui atau dikenali oleh masyarakat, hanya saja belum diaplikasikan. “Jadi sekarang harus sudah di tahap pembudayaan, bukan lagi menyosialisasikan,” ujarnya.
Ada 7 langkah yang masuk dalam Germas, yakni melakukan aktivitas fisik, makan buah dan sayur, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman alkohol, melakukan cek kesehatan secara berkala, menjaga kebersihan lingkungan dan menggunakan jamban.
Dari 7 langkah tersebut, kebiasaan yang dinilai paling sulit diubah adalah merokok. Meigasari menyebutkan karena rokok memang mengandung zat adiktif yang membuat perokok sulit berhenti. “Jadi ada zat yang memang membuat kecanduan,” katanya.
Perilaku hidup sehat di masyarakat dijelaskannya bukan hanya akan berdampak minimnya penyakit. Namun juga akan mengurangi beban keuangan pemerintah dalam pelayanan kesehatan. “Jadi semakin sedikit masyarakat yang sakit, alokasi untuk penanganan kesehatan bisa dialokasikan untuk keperluan lain,” ucapnya.
Selain itu, akan berdampak juga kepada perekonomian masyarakat karena meskipun mendapat pelayanan kesehatan gratis, tentunya ada biaya lain yang menjadi beban. Seperti halnya transportasi dan akomodasi lainnya. “Jadi masyarakat yang sehat berdampak juga pada perekonomian,” tuturnya.(rangga jatnika)